626 total views
INN NEWS – Pemimpin Polmark Research Centre Eep Saefulloh mengatakan kemenangan dinasti Presiden Joko Widodo alias Jokowi di pemilu 2024 merupakan kekalahan bagi demokrasi.
Diketahui Eep sendiri adalah konsultan politik pendamping Jokowi pada 2014.
Disampaikan Eep dalam sebuah diskusi daring bertema ‘Masa Depan Demokrasi jika Dinasti Jokowi menang’ yang digelar baru-baru ini, demokrasi harus diperbaiki secara tahap demi tahap.
Menurutnya, Pemilu bisa menjadi langkah awal bagi siapa pun yang percaya pada sistem demokratis untuk mengubah kekuasaan.
Pemilu termasuk pemilihan presiden akan diadakan pada 14 Februari mendatang.
Putra sulung Jokowi yang juga Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi pasangan calon presiden Prabowo Subianto yang akan bertarung melawan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
“Jika Jokowi menang, maka demokrasi kalah. Tidak ada jaminan juga saat Ganjar atau Anies menang itu bisa disebut kemenangan demokrasi. Prinsipnya, demokrasi harus terus diperjuangkan,” tegas Eep.
Meski Jokowi belum secara lugas menyampaikan salah satu pasangan calon di pilpres 2024, tapi Gibran sudah dinilai publik sebagai representasi dinasti Jokowi.
Gibran yang baru berusia 36 tahun berhasil melenggang ke kontestasi Pilpres dengan diwarnai putusan kontroversial di Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat itu dipimpin pamannya Anwar Usman soal ambang batas usia 40 tahun.
Anwar Usman kemudian dinyatakan melanggar etik dalam putusan tersebut dan diberhentikan dari jabatan Ketua MK.
Tak hanya Gibran yang secara cepat dari wali kota menjadi cawapres, adik bungsunya Kaesang Pangarep pun dalam jangka tiga hari masuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI) langsung menjadi ketua umum.
Sementara itu, terus ramai kubu Prabowo mengklaim mendapat dukungan terang-terangan dari Jokowi. Prabowo, yang saat ini merupakan Menteri Pertahanan, menamakan dan mencap Koalisi Indonesia Maju sebagai ‘Tim Jokowi’.
Keadaan ini mencuatkan kekhawatiran soal netralitas presiden dan jajaran aparat hingga ancaman lain terhadap demokrasi yang muncul setelah pemilu.
Dalam diskusi itu, Eep menambahkan demokrasi di satu sisi memungkinkan tata hidup yang lebih demokratis. Namun di sisi lain juga gagasan demokrasi dipercaya setiap orang berpotensi dapat memperjuangkan kepentingan sempit.
Lanjutnya setelah mengalahkan Jokowi dalam jangka pendek tercapai, maka perlu merancang langkah yang lebih menengah seperti membatasi kekuasaan presiden di akhir masa jabatannya. Ia juga berpendapat pentingnya merehabilitasi demokrasi dengan pembenahan tata perundang-undangan yang sudah rusak seperti UU KPK hingga Omnibus Law.
“Dalam demokrasi, inilah pertarungan yang tidak pernah selesai,” pungkasnya.