418 total views
INN NEWS – Warga Kampung Tua Sabut, Desa Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur dipaksa merobohkan rumahnya sendiri oleh pihak Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Otorita menilai warga melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) IKN sehingga rumah mereka harus dirobohkan.
Hal tersebut memancing amarah masyarakat lantaran tidak pernah ada sosialisasi soal RTRW dari pihak otoritas.
Tidak adanya sosialisasi RTRW itu dibenarkan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur melalui keterangan tertulis, dikutip INN, Rabu (13/3).
Pengurus Jatam Kalimantan Timur Maretasari mengatakan satu-satunya surat yang dterima warga adalah surat undangan dan surat teguran dari Deputi Bidang Pengendalian Badan Otorita IKN.
“Mereka belum pernah sekalipun diundang dan diajak bicara secara layak tentang Rencana Tata Ruang Wilayah IKN,” ujarnya.
Dijelaskannya, Kampung Tua Sabut dihuni oleh sekitar 200 warga Suku Balik dan Suku Paser. Kedua suku tersebut sudah tinggal di sana sebelum proyek IKN Nusantara digagas. Bahkan leluhur kedua suku tersebut sudah mendiami Kampung Tua Sabut jauh sebelum Indonesia merdeka.
Hal itu dibuktikan dengan adanya kuburan dan makam para leluhur di kampung tersebut.
“Penanda kampung dan rumah-rumah mereka bukanlah bangunan Ilegal seperti tuduhan dan label yang dilemparkan oleh otorita IKN,” ujar Maretasati.
Dalam salinan surat yang ditandatangi Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Thomas Umbu Pati mengutip Tempo, disebutkan bahwa rumah warga di RT 05 Pemaluan harus segera dibongkar karena tidak sesuai dengan RTRW IKN pada 29 Agustus 2023 dan 4-6 Oktober 2023.
Seorang warga RT 05 Pemaluan juga diperintahkan hadir di Rest Area IKN pada Jumat, 8 Maret 2024 dalam sebuah rapat.
Lokasi tersebut adalah bekas rumah jabatan Bupati PPU di Sepaku, Kalimantan Timur. Warga diminta segera menindaklanjuti perintah pembongkaran rumah selambatnya tujuh hari kalender.
“Jangka waktu selambat-lambatnya tujuh hari kalender, terhitung sejak tanggal teguran pertama ini disampaikan. Sehubungan dengan undangan ini bersifat sangat penting maka kehadiran saudara diminta tidak diwakili,” demikian tertulis dalam surat teguran pertama dari Otorita IKN pada 4 Maret 2024.
Rapat tersebut dihadiri oleh sekitar 200 warga, dan sebagian besar dari mereka menentang permintaan Otorita ini.
Setelah rapat, Otorita memberikan klarifikasi bahwa undangan tersebut merupakan kesalahan teknis. Klarifikasi ini diduga dilakukan karena Otorita khawatir akan terjadi protes massal yang lebih besar.