287 total views
RAKYAT BERSUARA – Sumpah Pemuda lahir dari anak-anak muda yang punya _ “previlege” _ yang memperjuangkan ketidakadilan dan bercita-cita membangun sebuah bangsa.
Para pemuda inilah yang merasakan layanan pendidikan yang pada waktu itu sangat langka didapatkan. Sampai berkahirnya kekuasaan Inggris 1816, Indonesia belum ada sekolah satupun. Baru satu setelah Belanda masuk dibangun sekolah.
Sekolah yang dibangun Belanda untuk Pribumi hanya diperuntukan kalangan ningrat. Mungkin istilah “orang dalam” juga berlaku untuk sekolah pada jaman itu. Selain itu biaya pendidikan yang sangat tinggi menyeleksi orang dalam kalangan tertentu yang bisa sekolah.
Perlakuan khusus sebagai keluarga ningrat dengan mendapatkan pendidikan justru menggugah hati nurani Ki Hadjar Dewantara, R A Kartini, Wahidin Soedirohoesodo tentang keadilan dan kebangsaan.
Mereka bisa saja hidup nyaman dengan hak istimewa dan pendidikan yang mereka dapatkan. Akan tetapi mereka justru bergumul dengan perjuangan memperjuangkan keadilan dan membangun asa sebagai bangsa yang merdeka.
Semangat sumpah pemuda ini jelas tercoreng dengan seorang pemuda dengan “hak Istimewanya” yang justru menabrak konstitusi. Bahkan lebih parahnya lagi, pemuda catat etika kini sedang berkuasa dengan bangga memperagakan politik ultra populis yang menjijikan.
Sekarang pemuda itu bahkan telah jadi model para politisi muda dalam meraih kesuksesan politik mereka. Jika fenomena terus terjadi anak cucu kita mungkin sudah tidak mengerti lagi arti Sumpah Pemuda yang sesungguhnya.
Yang orang akan ingat joget-joget dan bantuan sosialnya. Idenya, ideologi bahkan karakternya lupakan saja. Bukan lagi keadialan sosial yang diperjuangkan seperti para pemuda-pemudi yang melahirkan Sumpah Pemuda, melainkan bantuan sosial dan gimmick-gimmick politik konyol tidak berguna.
Sumpah Pemuda ini mengingatkan kita mau jadi pemuda seperti apa. Mau jadi pemuda-pemudi yang berjuang demi keadilan dan kebenaran, atau pemuda-pemudi populer yang sukses atau mendapat kekuasaan dengan cara apapun?.
Gilrandi
Pojok Demokrasi