962 total views
INN NEWS- Perdebatan tentang apakah Gen Z cocok bekerja di kantor semakin sering terdengar. Banyak orang berpendapat bahwa sikap open-minded dan idealis Gen Z membuat mereka sulit beradaptasi dengan aturan yang ada, terutama saat bekerja di bawah atasan.
Di satu sisi, sikap ini menunjukkan semangat untuk berinovasi, tetapi di sisi lain, bisa menimbulkan masalah dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Salah satu alasan mengapa Gen Z dianggap tidak cocok untuk pekerjaan kantoran adalah kecenderungan mereka untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap arahan atasan.
Misalnya, saat diminta mengikuti instruksi, mereka seringkali lebih memilih untuk menolak atau mengeluh. Bayangkan saja, memiliki pembantu yang tidak mau mengikuti instruksi—tentu saja itu bikin frustrasi!
Kecenderungan ini menunjukkan bahwa mereka mungkin lebih cocok menjadi entrepreneur, di mana mereka bisa menjadi bos bagi diri sendiri. Namun, menjadi bos juga memiliki tantangan tersendiri, termasuk mengatasi rasa malas dan motivasi diri.
Tak jarang kita mendengar cerita, seperti ketika seorang karyawan berdebat dengan bosnya. Di dunia kerja, menghormati keputusan atasan sangat penting.
Setiap orang pasti pernah merasa tidak puas dengan bos, tetapi generasi sebelumnya cenderung “maklumi” situasi tersebut, sementara Gen Z lebih berani untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka.
Gen Z juga sering kali dianggap tidak menghargai tenggat waktu dan beban kerja tambahan. Mereka lebih memilih keseimbangan kerja-hidup yang ideal, sehingga ketika dihadapkan pada proyek mendesak atau lembur, banyak dari mereka menolak untuk terlibat.
Sering kali mereka membandingkan kondisi kerja di Indonesia dengan negara lain yang memiliki kebijakan lembur lebih baik, tanpa mempertimbangkan konteks yang berbeda.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah etika dalam berkomunikasi.
Meskipun Gen Z dikenal santai dan egaliter, sikap ini terkadang membuat mereka mengabaikan norma sopan santun di lingkungan kerja. Misalnya, memanggil rekan atau atasan dengan nama tanpa sapaan yang pantas bisa dianggap kurang sopan.
Hal ini menjadi perhatian banyak orang, termasuk para senior, yang merasa bahwa kurangnya etika ini mencerminkan sikap acuh tak acuh terhadap hierarki dan profesionalisme.
Menghadapi tantangan ini, penting bagi Gen Z untuk menemukan keseimbangan antara idealisme dan realitas di dunia kerja.
Keterampilan komunikasi, pemahaman etika profesional, dan kemampuan bekerja dalam tim sangat penting untuk kesuksesan mereka.
Di sisi lain, perusahaan juga perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dialog terbuka dan pemahaman antar generasi.
Hanya dengan saling memahami dan beradaptasi, kita bisa menciptakan tempat kerja yang lebih harmonis dan produktif.


