368 total views
SEMARANG, INNINDONESIA.COM – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng) menggerebek pertemuan kepala desa (kades) se-Jateng yang diduga untuk mendukung salah satu paslon di Pilgub 2024 di salah satu hotel bintang lima di wilayah Semarang Tengah baru-baru ini.
Pertemuan para kades itu diduga mobilisasi untuk mendukung paslon tertentu. Sebab mereka langsung membubarkan diri saat Bawaslu datangi lokasi.
11 personel Tim Bawaslu Kota Semarang secara langsung melakukan penelusuran dan pengawasan di ruang pertemuan lantai 3.
Mereka sempat mengalami kendala akses hingga akhirnya bertemu dengan salah satu kades yang akan memasuki ruangan.
“Diperkirakan ada sekitar 90 kades yang semula memenuhi tempat duduk langsung membubarkan diri meninggalkan lokasi pertemuan,” ungkap Arief, salah satu anggota Bawaslu.
Namun sejumlah kades yang hadir mengeklaim kegiatan tersebut merupakan silaturahmi dan konsolidasi organisasi Paguyuban Kepala Desa (PKD) se-Jawa Tengah dengan slogan “Satu Komando Bersama Sampai Akhir”.
Bawaslu juga meminta keterangan dari para kades yang hadir.
“Mereka mengaku berasal dari beberapa kabupaten, di mana setiap wilayah mengirimkan dua orang perwakilan kades, yakni ketua dan sekretaris. Kabupaten yang terkonfirmasi antara lain Pati, Rembang, Blora, Sukoharjo, Sragen, Kebumen, Purworejo, Klaten, Wonogiri, Cilacap, Brebes, Pemalang, Kendal, Demak, dan Semarang,” tambah Arief.
Bawaslu Kota Semarang selanjutnya akan berkoordinasi dan melaporkan kejadian ini ke Bawaslu Jateng untuk melakukan pendalaman terkait pertemuan para kades di wilayah hukum Kota Semarang.
Arief menegaskan bahwa ini merupakan kejadian kedua, setelah sebelumnya pada tanggal 17 Oktober 2024, pertemuan serupa berlangsung di wilayah Semarang Barat dengan peserta lebih kurang 200 kades dari Kabupaten Kendal.
Baca juga:
Para Kades Catat! Cawe-cawe Politik di Plkada Bisa Dipecat
“Sebagaimana ketentuan yang mengatur larangan dalam Pasal 71 Ayat 1 UU Pilkada, pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI-Polri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon,” tegas Arief.
Ia juga menjelaskan bahwa sanksi pidana diatur dalam Pasal 188 UU Pilkada, yang menyatakan bahwa setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan tersebut dapat dipidana dengan penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 atau paling banyak Rp 6.000.000,00.
“Selain sanksi pidana, terdapat juga sanksi administratif dari pejabat berwenang masing-masing lembaga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan larangan terkait kades yang melakukan dukung-mendukung, terutama jika dilakukan secara terorganisir, dapat mencederai proses demokrasi,” pungkasnya.