526 total views
INN INTERNASIONAL – Tentara Korea Selatan (Korsel) terlihat menyerbu Gedung Parlemen di Seoul melalui jendela, pada Rabu (4/12) subuh.
Hal ini terjadi tak lama setelah Presiden Yoon Suk Yeol umumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam.
Tindakan Yoon itu ditentang keras oleh ketua parlemen dan bahkan pemimpin partai Yoon sendiri, Han Dong-hoon, yang berselisih dengan Yoon terkait skandal pemilu baru-baru ini.
Berdasarkan hukum Korea Selatan, presiden harus segera mencabut darurat militer jika parlemen menuntutnya berdasarkan suara mayoritas.
Yoon mengatakan akan mencabut dekrit darurat militernya, mengalah pada oposisi parlemen, hanya beberapa jam setelah langkah dramatisnya memberlakukan dekrit tersebut pada Selasa (3/12/2024) malam.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Rabu (4/12/2024) pagi bahwa ia akan “menerima permintaan Majelis Nasional dan mencabut darurat militer melalui rapat kabinet,” yang katanya telah ia panggil, tetapi para anggota belum tiba. Ia akan segera mencabut darurat militer ketika mereka bersidang.
Yoon mengejutkan negara, anggota parlemen, dan investor sebelumnya dengan mendeklarasikan darurat militer dalam langkah berisiko tinggi yang ia klaim akan mencegah oposisi yang mencoba melumpuhkan pemerintahannya di tengah keretakan politik yang semakin dalam.
Masa depan politik pemimpin Korsel ini akan diuji setelah langkah beraninya itu, yang bahkan mengejutkan rekan-rekan sesama anggota partai dan sekutu asingnya, seperti Amerika Serikat (AS).
“Saya meminta Majelis Nasional untuk segera menghentikan tindakan gegabah yang melumpuhkan fungsi negara melalui pemakzulan berulang kali, manipulasi legislatif, dan manipulasi anggaran,” kata Yoon dalam pidatonya yang disiarkan di televisi.
Pengumuman mengejutkan pemberlakuan darurat militer untuk pertama kalinya sejak demokratisasi Korsel pada tahun 1987 bahkan mengejutkan partai Yoon sendiri. Han Dong-hoon, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat, mengutuk tindakan tersebut dan berjanji akan menghentikannya. Ini merupakan tanda meningkatnya isolasi presiden dan kurangnya konsultasi.
Keputusan mendadak Yoon muncul setelah berbulan-bulan pemerintah minoritas presiden di parlemen berselisih dengan oposisi utama Partai Demokrat.
Oposisi telah berusaha memaksakan proposal anggarannya melalui parlemen dan telah mengajukan mosi pemakzulan terhadap kepala jaksa penuntut umum setelah berbulan-bulan juga berupaya menuntut istri Yoon diadili.
Menambah keretakan politik yang sudah terjadi, pemimpin Partai Demokrat telah menghadapi banyak kasus pengadilan dan dihukum bulan lalu atas pelanggaran undang-undang Pemilu, yang melarangnya mencalonkan diri sebagai presiden jika kasusnya sudah inkracht.
Di tengah kebuntuan politik, Yoon telah memveto sejumlah RUU yang disahkan parlemen dan terkadang membuat marah partainya sendiri.
Tindakan terbarunya ini meningkatkan ketegangan di dalam negeri, sekaligus menciptakan ketidakpastian yang tinggi di luar negeri terhadap prospek salah satu pemasok utama semikonduktor dunia dan sekutu setia AS dalam lingkungan keamanan yang semakin kompleks di Asia.
Meskipun perintah darurat militer hanya berlangsung kurang dari sehari, ketidakstabilan politik yang ditimbulkannya diperkirakan akan berlangsung selama dua atau tiga tahun, menurut Lee Won-Jae, profesor sosiologi di Kaist Graduate School of Culture Technology di Daejeon.
“Darurat militer telah kehilangan pengaruhnya, jadi mulai saat ini, semua lembaga negara yang menggunakan kekuatan fisik, termasuk militer dan polisi Republik Korea, berkewajiban untuk tidak mengikuti instruksi yang melanggar hukum atau tidak adil,” ujar Han, pemimpin partai Yoon, dalam unggahannya di Facebook.