HomeHeadlineElegi Jokowi Dimomong Banteng: Jadi Wali Kota, Gubernur, Presiden, dan Dipecat 

Elegi Jokowi Dimomong Banteng: Jadi Wali Kota, Gubernur, Presiden, dan Dipecat 

Published on

spot_img

 897 total views

“Saya bilang Pak Jokowi petugas partai. Hayo, mau dibully lagi?”

INN STORY – DPP PDI Perjuangan (PDIP) baru saja diperintahkan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri untuk memecat puluhan kader yang dinilai bersebrangan dengan aturan partai. Diantaranya juga ada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Tak hanya Jokowi, PDIP juga memecat putra sulung Jokowi yang kini menjabat wakil presiden dan menantunya Bobby Nasution, calon gubernur terpilih Sumatera Utara.

Sebelum menyukseskan anak dan menantu Jokowi di panggung politik tanah air, PDIP memang lebih dulu membesarkan Jokowi.

Seperti apa kisahnya?

PDIP pertama kali ada di jalan politik Jokowi saat mengusungnya menjadi Wali Kota Solo, Jawa Tengah 2005 silam.

Jokowi kemudian terpilih lagi sebagai wali kota dengan perolehan suara lebih dari 90% pada periode berikutnya.

Jokowi saat menjadi Wali Kota Solo (Amatiran)

Pada 19 Maret 2012, atas perintah Megawati, PDIP mendaftarkan Jokowi sebagai calon gubernur DKI Jakarta bersama wakilnya Basuki Tjahaja Purnama atau disapa Ahok yang dimajukan Gerindra.

Mereka memenangkan kontestasi tersebut.

Berselang dua tahun kemudian, yakni pada 2014, Megawati Soekarnoputri mengeluarkan surat perintah harian yang isinya mendukung Jokowi sebagai calon presiden PDI Perjuangan. Jokowi menang. Megawati kembali mengusung Jokowi di periode berikutnya dan menang.

Namun, di periode kedua, Megawati  Soekarnoputri secara mengejutkan menegaskan peranan penting PDIP berperan penting terhadap karier Joko Widodo.

“Pak Jokowi itu ngono loh mentang-mentang. Lah iya padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDIP kasihan dah,” kata Megawati saat memberikan pidato politik dalam peringatan HUT ke-50 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023).

Megawati juga beberapa kali menyebut status Jokowi sebagai petugas partai. Sebutan itu diberi saat muncul wacana tiga periode yang menguat di publik, hingga didukung sejumlah ketua umum partai-partai politik.

“Saya bilang Pak Jokowi petugas partai. Hayo, mau dibully lagi?” kata Megawati, dalam pidato peresmian Kebun Raya Mangrove di Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (26/07/2023).

Meski banyak menuai hujatan lantaran menyebut Jokowi petugas partai, Megawati dan PDIP tak ambil pusing.

Momen keakraban Jokowi dan Megawati (Amatiran)

Menurutnya, wajar Jokowi disebut petugas partai karena dirinyalah yang pertama kali mencalonkan Jokowi sebagai capres di Pilpres 2014 dan 2019.

“Enggak boleh ngomong kader, enggak boleh ngomong petugas partai. Saya bilang, bodo amat. Loh orang partai kita emangnya gitu, kok yang lain ikut mau nimbrung-nimbrung, intervensi? Ya enggak lah,” cetus Megawati dalam acara yang sama.

Hubungan antara Joko Widodo dan PDIP berubah menjadi rival dalam Pilpres 2024.

Jokowi secara mengejutkan dan tersirat memberi dukungan kepada capres rival PDIP Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka yang kala itu sedang dikaitkan dengan skandal Mahkamah Konstitusi (MK) yang diperankan oleh pamannya sendiri Anwar Usman, ketua MK kala itu.

Sekalipun jagoan PDIP kalah di Pilpres, tanpa Jokowi, PDIP masih berjaya di DPR akibat menang Pileg 2024.

Perseteruan makin memanas di Pilkada 2024. Jokowi kemudian secara terang-terangan mendukung calon-calon kepala daerah yang diusung KIM Plus yang jelas adalah rival partai banteng.

Hal ini membuat jagoan PDIP keok di sejumlah daerah, bahkan basis PDIP seperti di Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

Namun sihir Jokowi, rupanya tak mampu mengalahkan jagoan PDIP Pramono Anung dan Rano Karno di Pilkada Jakarta, meski dengan  mengerahkan KIM Plus dan nama besarnya dan juga nama Presiden Prabowo Subianto.

Pada akhirnya, PDIP memecat Jokowi dan keluarganya.

 

Artikel Terbaru

AI sebagai Komposer Baru: Krisis, Revolusi, dan Reinterpretasi Musikalitas

I tidak hanya membantu merekam melodi yang sudah kita buat; ia bisa mengajukan melodi, membuat harmoni, memproduksi beat utuh, bahkan menciptakan lirik yang secara emosional resonan—dan kini, ia bahkan memiliki "wajah" dan "suara" yang menghasilkan miliaran Rupiah.

Ketika Seorang Sukidi Membunyikan Alarm, dan Gereja Justru Diam

INNNEWS - Tulisan Sukidi di harian Kompas berjudul “Alarm bagi Demokrasi” (13 November 2025)...

Suara Kegusaran di Tengah Euforia Penetapan Soeharto Sebagai Pahlawan

INNNEWS - Hari ini, bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan...

Pelatihan Menulis Aksara Jawa di PKK Kelurahan Danukusuman: Menjaga Warisan Leluhur di Era Digital

INNNEWS— Dalam upaya melestarikan budaya lokal di tengah arus modernisasi, PKK Kelurahan Danukusuman menggelar...

artikel yang mirip

AI sebagai Komposer Baru: Krisis, Revolusi, dan Reinterpretasi Musikalitas

I tidak hanya membantu merekam melodi yang sudah kita buat; ia bisa mengajukan melodi, membuat harmoni, memproduksi beat utuh, bahkan menciptakan lirik yang secara emosional resonan—dan kini, ia bahkan memiliki "wajah" dan "suara" yang menghasilkan miliaran Rupiah.

Ketika Seorang Sukidi Membunyikan Alarm, dan Gereja Justru Diam

INNNEWS - Tulisan Sukidi di harian Kompas berjudul “Alarm bagi Demokrasi” (13 November 2025)...

Suara Kegusaran di Tengah Euforia Penetapan Soeharto Sebagai Pahlawan

INNNEWS - Hari ini, bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan...