764 total views
JAKARTA – Pada Senin (17/2), Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI) bersama dengan koalisi masyarakat sipil menggelar aksi bertajuk ‘Indonesia Gelap’ di kawasan Patung Kuda, Jakarta.
Demonstrasi ini bertujuan menolak kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap sudah tidak sesuai dengan prinsip keadilan sosial, demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa kebijakan yang menjadi fokus utama demonstrasi ini mencakup pemotongan anggaran untuk sektor pendidikan dan rencana revisi beberapa undang-undang, seperti UU Kejaksaan, UU Polri, dan UU TNI.
Para demonstran menuntut pendidikan yang gratis, ilmiah, dan demokratis, serta mendesak pemerintah untuk membatalkan pengurangan anggaran pendidikan tersebut.
Satria menyampaikan bahwa massa aksi juga menuntut evaluasi Proyek Strategis Nasional yang dianggap bermasalah serta menolak revisi Undang-Undang Minerba.
Dia mengatakan ada beberapa revisi undang-undang yang dapat mengancam demokrasi dan hak asasi manusia.
Menurutnya, lembaga-lembaga negara berlomba-lomba meminta kewenangan berlebihan melalui revisi berbagai undang-undang, seperti revisi Undang-Undang Polri, revisi Undang-Undang Kejaksaan, dan revisi Undang-Undang TNI.
“Anggaran pendidikan yang layak adalah hal penting untuk memastikan seluruh rakyat akses pendidikan murah dan layak. Pendidikan adalah hak fundamental setiap warga negara. Pemangkasan anggaran pendidikan hanya akan memperdalam ketimpangan akses pendidikan dan memperburuk kualitasnya,” kata Koordinator BEM SI tersebut.
“Dalam revisi UU Polri, Polisi ingin memperluas kewenangan lebih agar dapat melakukan kontrol terhadap konten-konten dalam media sosial. Sementara dalam rencana revisi UU Kejaksaan, Jaksa ingin memperkuat hak imunitasnya.
Hak imunitas ini sebelumnya sudah diatur dalam UU Kejaksaan yang berlaku saat ini. Rencana revisi terhadap berbagai UU tersebut berbahaya dan menyimpang dari prinsip persamaan diahadapan hukum karena harusnya semua warga dan aparat negara tidak boleh mendapatkan imunitas itu,” lanjutnya.
Mahasiswa juga menuntut penghapusan peran multifungsi ABRI. Saat ini, banyak anggota TNI dan polisi yang masih aktif menduduki jabatan-jabatan sipil.
Hal ini dianggap melanggar prinsip demokrasi dan menyimpang dari tugas utama mereka sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.