434 total views
INN NEWS – UU BUMN baru (UU No. 1 Tahun 2025) yang baru disahkan DPR mengubah UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN untuk ketiga kalinya.
UU ini mengadopsi Teori Korporasi, yang memisahkan aset BUMN dari dana negara, memberikan BUMN otonomi lebih besar seperti perusahaan swasta, berbeda dengan Teori Sumber yang menganggap aset BUMN sebagai milik negara dan harus diawasi ketat.
UU lama menggunakan pendekatan ex-post (menyalahkan setelah kejadian), membuat direksi dan komisaris BUMN takut mengambil keputusan berisiko karena khawatir dianggap merugikan negara dan dituntut secara pribadi.
Akibatnya, mereka sering memilih tidak bertindak untuk menghindari masalah hukum, yang justru menghambat inovasi dan pertumbuhan BUMN.
UU baru beralih ke pendekatan ex-ante (mencegah sebelum terjadi), melindungi direksi dan komisaris yang bertindak jujur dan hati-hati berdasarkan business judgement rule.
Tiga perubahan utama adalah: modal BUMN bukan lagi aset negara, direksi/komisaris bukan penyelenggara negara, dan audit dilakukan akuntan publik, bukan hanya BPK.
Kritik muncul bahwa UU ini melemahkan pengawasan korupsi, karena bisa mempersulit penegakan UU Tipikor. Namun, UU ini tetap menegaskan bahwa korupsi atau penyalahgunaan wewenang tetap bisa dihukum, selama ada niat buruk.
Tujuannya bukan melindungi koruptor, melainkan mendorong keputusan strategis tanpa rasa takut berlebihan, sekaligus menjaga akuntabilitas.
Bagi Danantara, perusahaan induk baru BUMN, perubahan ini penting. Danantara dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing global dengan mengelola aset nasional lebih baik.
UU baru mendorong direksi mengambil risiko yang wajar demi pertumbuhan, bukan berdiam diri.
Meski begitu, pengawasan ketat tetap diperlukan agar Danantara tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Contoh kasus ANTAM menunjukkan kelemahan UU lama: eksekutif dituntut karena dianggap merugikan negara Rp3,3 triliun akibat sertifikasi emas, padahal itu keputusan bisnis biasa, bukan korupsi.
UU baru mencegah kriminalisasi semacam ini, fokus pada niat dan proses, bukan hanya kerugian hipotetis.
Singkatnya, UU BUMN baru menyeimbangkan fleksibilitas bisnis dan akuntabilitas hukum, mendorong BUMN lebih dinamis tanpa mengabaikan pencegahan korupsi.
Kekhawatiran ada, tapi bukan berarti paranoia itu beralasan sepenuhnya.