HomeHeadlineDanantara: Tonggak Ambisi atau Bom Waktu Rp14 Triliun?

Danantara: Tonggak Ambisi atau Bom Waktu Rp14 Triliun?

Published on

spot_img

 362 total views

INN NEWS – 24 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto secara resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Istana Merdeka, Jakarta.

Langkah ini disebut-sebut sebagai terobosan besar untuk mengelola aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencapai lebih dari Rp14 ribu triliun.

Dengan ambisi menjadikan Danantara sebagai sovereign wealth fund terbesar di dunia, Prabowo menjanjikan transparansi dan pengelolaan yang hati-hati.

Namun, di balik sorak-sorai peresmian, ada bayang-bayang risiko yang tak bisa diabaikan: semakin besar dana kelolaan, semakin besar daya ungkit—dan semakin besar pula risikonya.

Dana Raksasa, Risiko Raksasa

Danantara lahir dengan visi mulia: mengoptimalkan kekayaan negara untuk proyek-proyek strategis, dari energi terbarukan hingga produksi pangan. Aset yang dikelola, senilai lebih dari US$900 miliar, menempatkan Indonesia di peta global sebagai pemain besar.

Namun, skala sebesar ini bukan tanpa konsekuensi. Semakin besar dana yang dipegang, semakin menggiurkan pula peluang untuk menyalahgunakannya.

Risiko terbesar Danantara bukanlah kegagalan investasi semata, melainkan penyalahgunaan kekuasaan yang bisa menguras aset triliunan itu untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Bayangkan, Rp14 ribu triliun—jumlah yang sulit dibayangkan oleh akal sehat—berada di tangan segelintir orang tanpa pengawasan ketat.

Skandal seperti 1MDB di Malaysia, yang mengguncang dunia dengan korupsi miliaran dolar, menjadi peringatan nyata. Jika Danantara tak dilengkapi mekanisme akuntabilitas yang kuat, ia bisa berubah dari alat pembangunan menjadi mesin bancakan elit.

Transparansi yang dijanjikan Prabowo akan diuji di sini: apakah hanya jargon politik atau komitmen nyata? Reputasi dan Rekam Jejak: Siapa yang Memegang Kendali?

Keberhasilan Danantara tak lepas dari siapa yang mengelolanya. Tiga posisi kunci—Presiden, Menteri BUMN, dan Kepala Badan Pelaksana Danantara—akan menentukan arah lembaga ini. Prabowo, sebagai kepala pemerintahan, memiliki tanggung jawab moral dan politik.

Menteri BUMN Erick Thohir, yang ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas, membawa rekam jejak transformasi BUMN—meski tak luput dari kritik atas konsolidasi yang terkesan terburu-buru. Sementara itu, Rosan Roeslani, yang dikaitkan dengan posisi strategis, pernah terseret dalam sorotan publik terkait dugaan keterlibatan kasus pengalihan dana di masa lalu.

Reputasi para pengelola ini menjadi sorotan utama. Jika ada keraguan pada integritas mereka—misalnya konflik kepentingan dengan jaringan bisnis pribadi atau jejak hukum yang belum tuntas—kepercayaan publik terhadap Danantara akan runtuh sebelum waktunya.

Pertanyaan sederhana muncul: bisakah kita mempercayakan Rp14 ribu triliun kepada orang-orang yang rekam jejaknya masih dipertanyakan? Tanpa proses seleksi yang benar-benar transparan, Danantara berisiko menjadi ladang subur bagi kronisme.

Privatisasi: Jual Murah atau Gadai Aset Negara?

Isu privatisasi juga mengintai. Danantara, dengan aset raksasanya, memiliki kapasitas untuk menerbitkan obligasi atau menjual saham BUMN demi mendanai proyek strategis. Di satu sisi, ini bisa menjadi langkah cerdas untuk mengurangi ketergantungan pada APBN.

Di sisi lain, privatisasi yang tak terkendali bisa berujung pada penjualan aset negara dengan harga murah kepada pihak-pihak tertentu. Tanpa pengawasan ketat, BUMN seperti Pertamina, PLN, atau bank-bank besar bisa “digadaikan” demi keuntungan segelintir orang.

Menteri BUMN memiliki wewenang besar dalam menyusun rencana privatisasi tahunan, termasuk menentukan jumlah saham dan harga jual. Ironisnya, ia juga menjabat sebagai ketua Komite Privatisasi—posisi yang rawan konflik kepentingan.

Jika mekanisme pengawasan lemah, privatisasi ini bisa menjadi pintu masuk penyalahgunaan yang dilegalkan. Apa jadinya jika proyek gagal atau dikorupsi, lalu utang menumpuk? Aset negara yang seharusnya untuk rakyat justru lenyap di tangan yang salah.

Jalan ke Depan: Ambisi atau Kehancuran?

Peluncuran Danantara adalah pertaruhan besar Prabowo. Jika dikelola dengan baik, ia bisa menjadi tonggak menuju Indonesia Emas 2045.

Namun, tanpa pengawasan independen dan akuntabilitas yang terjamin, Danantara berpotensi menjadi bom waktu yang meledak di tengah euforia. Publik berhak menagih janji transparansi—bukan sekadar audit oleh akuntan publik, tapi juga pengawasan oleh lembaga negara seperti BPK dan KPK, yang anehnya justru dikurangi perannya dalam revisi UU BUMN.

Langkah konkret dibutuhkan sekarang: perkuat tata kelola, pastikan pengelola berintegritas, dan libatkan masyarakat dalam pengawasan.

Danantara boleh saja jadi simbol ambisi, tapi jangan sampai ia berubah menjadi monumen kegagalan yang dibayar mahal oleh rakyat. Rp14 ribu triliun bukan angka kecil—itu adalah masa depan bangsa yang tak boleh dipertaruhkan sembarangan.

 

Artikel Terbaru

UU TNI Tak Hanya Ancam Demokrasi tapi Rugikan Pembangunan Daerah

JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. dengan tegas mengkritik Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang telah disahkan hari ini dalam Rapat Paripurna ke-15 masa persidangan tahun 2024-2025 DPR RI.

Rupiah Anjlok Mendekati Krisis 1998, Peringatan Dini untuk Pemerintah!

INN NEWS - Sepekan setelah perdagangan pasar modal sempat dihentikan akibat koreksi tajam, nilai tukar rupiah kembali terpuruk ke level terendah pasca-pandemi Covid-19.

UU TNI, Ketua MKMK: Cacat Legislasi, Baru Pernah Setertutup Ini

INN NEWS - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna, mengkritik keras proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru saja disahkan. 

Danantara Masih Tetap Direspon Negatif oleh Pasar

INN NEWS - Danantara, sebagai Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, mendapat respons negatif dari pasar karena beberapa faktor yang saling berkaitan, berdasarkan sentimen dan analisis yang berkembang hingga saat ini, 26 Maret 2025. 

artikel yang mirip

UU TNI Tak Hanya Ancam Demokrasi tapi Rugikan Pembangunan Daerah

JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. dengan tegas mengkritik Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang telah disahkan hari ini dalam Rapat Paripurna ke-15 masa persidangan tahun 2024-2025 DPR RI.

Rupiah Anjlok Mendekati Krisis 1998, Peringatan Dini untuk Pemerintah!

INN NEWS - Sepekan setelah perdagangan pasar modal sempat dihentikan akibat koreksi tajam, nilai tukar rupiah kembali terpuruk ke level terendah pasca-pandemi Covid-19.

UU TNI, Ketua MKMK: Cacat Legislasi, Baru Pernah Setertutup Ini

INN NEWS - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna, mengkritik keras proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru saja disahkan.