179 total views
INN NEWS – Sejak awal tahun 2025, gelombang demonstrasi bertajuk “Indonesia Gelap” telah mengguncang berbagai kota di Indonesia, dari Jakarta hingga Surabaya, dari Bandung hingga Papua.
Aksi ini, yang dipelopori oleh mahasiswa melalui Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bersama koalisi masyarakat sipil, menjadi wujud keresahan publik terhadap serangkaian kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Tidak hanya itu, kontroversi seputar Danantara—superholding BUMN yang baru diluncurkan—dan dugaan korupsi terkait Pertamax semakin memanaskan situasi, memperluas skala protes, dan memicu pertanyaan besar: ke mana arah Indonesia dibawa?
Kebijakan Kontroversial yang Menyulut Amarah
Demonstrasi “Indonesia Gelap” yang mencapai puncaknya pada 20 Februari 2025 di Jakarta, serta berlanjut di berbagai daerah, dilatarbelakangi oleh sejumlah kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat.
Salah satu yang paling disorot adalah efisiensi anggaran yang diklaim pemerintah sebagai langkah penghematan, namun justru memotong sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan.
Pemangkasan anggaran ini menyebabkan penghapusan tunjangan dosen, pemutusan hubungan kerja tenaga pendidik, dan kekhawatiran akan menurunnya kualitas pendidikan. “Ketika perut kenyang tapi otak tidak diisi, kita akan jadi budak,” ujar Muhammad Ramdan, Presiden Mahasiswa Universitas Islam Bandung, mencerminkan ketakutan publik akan prioritas yang salah dalam kebijakan ini.
Kebijakan lain yang menuai kritik adalah pembatasan elpiji 3 kg, yang memicu kelangkaan gas dan antrean panjang di banyak daerah.
Program Makan Bergizi Gratis, yang menjadi janji kampanye Prabowo-Gibran, juga menjadi sasaran protes karena dianggap tidak tepat sasaran dan mengorbankan anggaran sektor lain.
Mahasiswa menilai program ini, yang bahkan melibatkan TNI dan Polri, sebagai kembalinya dwifungsi ABRI yang mengkhawatirkan. Di Papua, demonstrasi pelajar menolak program ini berujung ricuh setelah kepolisian memblokade aksi, menambah daftar panjang ketegangan.
Selain itu, rencana revisi sejumlah undang-undang seperti UU TNI, UU Polri, dan RKUHP turut memicu kemarahan. Pasal-pasal dalam RKUHP, seperti penghinaan presiden dan makar yang mengancam hukuman berat, dianggap membungkam kebebasan berekspresi. “Indonesia semakin gelap karena kebijakan ini jauh dari keadilan sosial,” ungkap Nicholas Darmelio, Ketua BEM Universitas Katolik Parahyangan.
Danantara: Superholding BUMN yang Diragukan
Di tengah gejolak ini, peluncuran Danantara, badan pengelola investasi yang menggabungkan aset BUMN dalam satu wadah, menambah bahan bakar bagi demonstran.
Pemerintah mengklaim Danantara akan meningkatkan efisiensi dan daya saing BUMN, namun publik mempertanyakan transparansi dan potensi penyalahgunaannya.
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan—skandal 1MDB di Malaysia, yang melibatkan korupsi besar-besaran dalam pengelolaan dana negara, menjadi bayang-bayang yang menghantui.
“Jangan sampai Danantara jadi ladang korupsi baru,” kata seorang aktivis dalam aksi di Patung Kuda, Jakarta, pada 21 Februari 2025.