810 total views
INN NEWS – Pasar saham Indonesia sedang mengalami goncangan hebat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat anjlok signifikan sejak awal tahun 2025, mencerminkan ketidakpastian ekonomi yang kian membayangi.
Berdasarkan data terbaru, investor asing telah menarik dana sebesar Rp 26,92 triliun dari pasar saham Indonesia hingga pertengahan Maret 2025. Angka ini menjadi sinyal kuat bahwa kepercayaan investor global terhadap stabilitas ekonomi Tanah Air tengah menurun.
IHSG Terjun Bebas
Pada 19 Maret 2025, IHSG dilaporkan telah turun 21% dari titik tertingginya, sebuah penurunan yang mencengangkan dalam waktu singkat. Sentimen negatif ini mulai terasa sejak Februari 2025, ketika indeks utama Bursa Efek Indonesia (BEI) itu mulai menunjukkan tren penurunan tajam.
Dalam kurun waktu tersebut, IHSG kehilangan lebih dari 755 poin atau setara dengan 10,66% sejak awal tahun, menurut data dari Trading Economics per 19 Maret 2025. Penurunan ini diperparah oleh aksi jual besar-besaran dari investor asing, yang menjadi pemicu utama pelemahan pasar.
Modal Asing Menguap
Data dari Bank Indonesia (BI) dan sentimen di media sosial menunjukkan bahwa outflow modal asing telah mencapai Rp 26,92 triliun hingga Maret 2025. Angka ini bahkan diperkirakan terus bertambah seiring ketidakpastian global dan domestik yang belum mereda.
Kekhawatiran investor asing dipicu oleh beberapa faktor, termasuk ketidakjelasan kebijakan fiskal pemerintah, volatilitas nilai tukar rupiah, serta proyeksi pertumbuhan ekonomi yang melambat. Dalam sebulan terakhir saja, ada laporan bahwa IHSG anjlok 6%, disertai outflow signifikan yang mencerminkan ketidakpercayaan terhadap pasar modal Indonesia.
Sejumlah saham blue-chip, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Central Asia (BBCA), dan PT Bank Mandiri (BMRI), menjadi sasaran aksi jual investor asing.
Ketiga bank besar ini, yang memiliki kapitalisasi pasar signifikan, turut menyeret IHSG ke zona merah. Selain itu, saham teknologi seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga mengalami tekanan berat, dengan penurunan harga saham yang memperburuk performa indeks secara keseluruhan.
Faktor Penyebab
Ada beberapa faktor yang diduga menjadi biang kerok ambruknya IHSG dan kaburnya modal asing. Pertama, ketidakpastian ekonomi global, termasuk konflik geopolitik dan ekspektasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman.
Kedua, di dalam negeri, kebijakan ekonomi yang dianggap kurang ramah bagi investor serta perlambatan pertumbuhan ekonomi menjadi sorotan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berpotensi berada di bawah 5% pada kuartal pertama 2025 juga menambah tekanan.
Selain itu, volatilitas rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS turut memperburuk situasi. Pada 19 Maret 2025, nilai tukar rupiah tercatat di kisaran Rp 16.280 per dolar AS, menurut postingan di platform X, sebuah level yang menunjukkan tekanan signifikan pada mata uang domestik.
Ketidakstabilan ini membuat investor asing ragu untuk mempertahankan posisi mereka di pasar Indonesia.
Dampak dan Tantangan ke Depan
Ambruknya IHSG dan outflow modal asing sebesar Rp 26,92 triliun ini memberikan dampak serius bagi perekonomian Indonesia.
Kapitalisasi pasar BEI menyusut drastis, dengan laporan dari Jakarta Globe pada Juni 2024 menyebutkan penurunan hingga 4,35% dalam sepekan menjadi Rp 11,825 triliun. Jika tren ini berlanjut, kepercayaan investor domestik pun bisa ikut tergerus, memperparah kondisi pasar.
Pemerintah dan Bank Indonesia kini menghadapi tantangan berat untuk memulihkan kepercayaan investor. Langkah stabilisasi rupiah, kebijakan moneter yang lebih akomodatif, serta komunikasi yang jelas terkait arah fiskal menjadi krusial.
Namun, tanpa perbaikan fundamental dan sentimen positif dari pasar global, pemulihan IHSG tampaknya masih jauh di depan mata.
Kondisi pasar saham Indonesia saat ini menjadi cerminan dari rapuhnya kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi domestik.
Dengan IHSG yang ambruk dan modal asing yang kabur hingga Rp 26,92 triliun, Indonesia perlu segera bertindak untuk mengatasi akar permasalahan.
Jika tidak, risiko pelemahan lebih lanjut akan terus mengintai, mengancam posisi Indonesia sebagai salah satu pasar emerging yang menarik di Asia Tenggara.


