418 total views
INN NEWS – Pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hidayana, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah ia mengaitkan performa Timnas Indonesia yang kurang memuaskan dengan masalah gizi.
Dalam sebuah acara di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Dadan mengatakan bahwa Timnas Indonesia sulit meraih kemenangan dalam pertandingan karena asupan gizi pemain yang tidak memadai.
Ia juga menyinggung bahwa banyak pemain berasal dari kampung, yang menurutnya berkontribusi pada rendahnya kualitas gizi mereka.
“Jangan heran kalau PSSI itu sulit menang karena main 90 menit berat. Kenapa? Karena gizinya tidak bagus. Dan banyak pemain bola lahir dari kampung,” ujar Dadan dalam pernyataannya pada Sabtu (22/3).
Namun, ia juga menambahkan bahwa ada perbaikan dalam skuad Timnas saat ini, terutama berkat kehadiran 17 pemain naturalisasi yang disebutnya sebagai “produk makan bergizi di negeri Belanda.” Meski begitu, ia menyayangkan bahwa tim masih belum mampu mengalahkan lawan-lawan kuat seperti Australia dan Jepang.
Pernyataan ini langsung memicu beragam reaksi dari masyarakat, khususnya pecinta sepak bola Indonesia. Banyak yang menganggap komentar
Dadan terlalu simplistik dan tidak relevan dengan dinamika sepak bola modern, sementara sebagian lainnya melihatnya sebagai kritik tajam terhadap sistem pembinaan atlet di Indonesia.
Reaksi Publik dan Kritik dari DPR
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, dengan tegas menyayangkan pernyataan Kepala BGN tersebut. Politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menilai bahwa Dadan “terlalu lebay” dalam mengaitkan kekalahan Timnas dengan masalah gizi. “
Kepala BGN jangan terlalu lebay menyangkutpautkan PSSI dengan makanan bergizi. Apalagi menyampaikan statement bahwa pemain Indonesia kurang makan bergizi,” tegas Lalu Ari, sapaan akrabnya, pada hari yang sama.
Menurut Lalu Ari, pernyataan tersebut tidak tepat dan seharusnya Dadan lebih fokus pada tugas utamanya, yaitu menyukseskan program makan bergizi gratis yang menjadi salah satu janji kampanye Presiden Prabowo Subianto.
“Fokus urus pelaksanaan makan bergizi gratis saja sesuai arahan Presiden,” tambahnya. Ia juga menyoroti bahwa kekalahan Timnas dalam pertandingan, seperti laga melawan Australia baru-baru ini, lebih disebabkan oleh faktor teknis seperti strategi permainan dan koordinasi tim, bukan semata-mata gizi.
Pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert, juga telah memberikan analisisnya terkait kekalahan tersebut. Ia menyebut kegagalan tendangan penalti Kevin Diks sebagai salah satu momen kunci yang mengganggu konsentrasi pemain, bukan masalah stamina atau kekuatan fisik yang berkaitan dengan gizi.
Konteks Gizi dan Performa Atlet
Pernyataan Dadan sebenarnya tidak sepenuhnya keluar dari konteks ilmiah. Gizi memang memainkan peran penting dalam performa atlet, termasuk stamina, kekuatan, dan daya tahan selama pertandingan. Namun, mengaitkan langsung kekalahan Timnas dengan kurangnya asupan gizi tampaknya terlalu menyederhanakan persoalan.
Timnas Indonesia saat ini, dengan banyaknya pemain naturalisasi yang berkarier di liga-liga Eropa, tentu sudah memiliki akses ke program pelatihan dan nutrisi yang jauh lebih baik dibandingkan dekade sebelumnya.
Dadan sendiri tampaknya ingin menekankan pentingnya intervensi gizi sejak dini, sesuai dengan misi BGN yang baru dibentuk pada Agustus 2024 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024.
Dalam acara yang sama, ia menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto “gelisah” dengan masa depan generasi muda Indonesia yang kurang mendapatkan asupan gizi seimbang. “Anak yang sekarang dalam kandungan, balita, hingga usia sekolah, 20 tahun lagi jadi tenaga kerja produktif. Kalau tidak diintervensi, kualitasnya akan rendah,” katanya.
Kontroversi atau Kesempatan Refleksi?
Pernyataan Dadan Hidayana ini bisa dilihat dari dua sisi. Di satu sisi, ia berhasil menarik perhatian publik terhadap isu gizi nasional, yang memang masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
Data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan bahwa masalah stunting dan gizi kurang masih melanda banyak anak-anak di Tanah Air.
Namun, di sisi lain, cara ia menyampaikan pesan dengan menyinggung Timnas dan asal-usul pemain dari kampung dianggap kurang tepat dan berpotensi memicu kontroversi yang tidak perlu.
Bagi PSSI dan penggemar sepak bola, fokus saat ini mungkin lebih tepat diarahkan pada evaluasi teknis dan pembinaan jangka panjang, bukan hanya pada narasi gizi.