347 total views
SURABAYA – Aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, berubah menjadi medan pertempuran.
Polisi membubarkan massa secara paksa, memicu kericuhan yang ditandai dengan saling lempar helm dan penangkapan sejumlah demonstran, termasuk mahasiswa dari Universitas Airlangga (Unair).
Berdasarkan pantauan di lokasi, ketegangan mulai memuncak pada pukul 17.17 WIB.
Polisi dari mobil komando mengeluarkan ultimatum keras, “Silakan Anda meninggalkan lokasi sebelum kami memberikan tindakan tegas. Silakan meninggalkan area di depan saya.”
Tak lama kemudian, barisan aparat bergerak maju, mendorong mundur massa hingga ke Taman Apsari, kawasan Coffee Toffee, dan Jalan Gubernur Suryo arah Balai Pemuda. Pengejaran pun terjadi, dengan beberapa demonstran terlihat diamankan secara paksa oleh polisi.
Kericuhan makin membara di sekitar Coffee Toffee. Massa dan polisi terlibat aksi saling lempar helm dalam suasana yang kacau.
Di tengah situasi panas itu, massa berusaha bernegosiasi dengan polisi untuk membebaskan rekan-rekan mereka yang ditangkap. Andri, perwakilan dari Unair, mengungkapkan, “Semua organisasi, iya tiga orang. Salah satunya dari Unair. Iya ini mau negosiasi untuk dikeluarkan,” menegaskan bahwa salah satu yang ditahan adalah mahasiswa Unair.
Situasi sempat mereda sekitar pukul 17.39 WIB, tetapi ketenangan itu tak bertahan lama. Sepuluh menit kemudian, polisi kembali melancarkan aksi memukul mundur massa yang masih bertahan di sekitar Gedung Grahadi.
Hingga saat ini, barisan aparat kepolisian tetap berjaga ketat di perimeter gedung, sementara suasana masih dipenuhi ketegangan.
Aksi keras polisi dan penahanan mahasiswa dalam demo ini memicu kontroversi besar.
Penolakan terhadap UU TNI yang dianggap bermasalah kini diperkeruh dengan tuduhan represi aparat, meninggalkan pertanyaan: sampai kapan kebebasan berpendapat harus dibayar dengan kekerasan?