217 total views
INN NEWS – Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih berlangsung hingga kini. Sejak awal tahun hingga kemarin (year-to-date/YTD), rupiah tercatat telah melemah sebesar 1,51%.
Fluktuasi Mata Uang Garuda yang belum kunjung stabil ini terus menimbulkan kecemasan di kalangan pelaku usaha, terutama di tengah tekanan makroekonomi baik dari dalam negeri maupun global.
Sebagai negara net importir minyak, Indonesia rentan terhadap dampak pelemahan rupiah. Kondisi ini dapat meningkatkan beban operasional pelaku usaha di sektor minyak dan gas (migas).
Bukan hanya soal operasional, tren pelemahan rupiah yang berkepanjangan juga memicu kekhawatiran terhadap iklim investasi di Tanah Air, khususnya di sektor migas. Stabilitas ekonomi menjadi kunci yang sangat diharapkan untuk menjaga kepercayaan investor.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, menegaskan pentingnya stabilitas nilai tukar.
“Kami lebih mengharapkan pergerakan rupiah yang stabil. Ini terkait erat dengan stabilitas ekonomi. Investor tentu akan memilih negara yang ekonominya stabil, kuat, dan memberikan kepastian,” ujarnya baru-baru ini, mengutip.
Senada dengan itu, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Subandi, mengungkapkan rasa pasrah pelaku usaha terhadap ketidakpastian ekonomi nasional saat ini.
Menurutnya, strategi yang bisa dilakukan hanyalah menyiasati kondisi dengan mengurangi volume impor sambil menanti nilai tukar rupiah kembali ke level yang dianggap wajar dan dapat ditoleransi. “Meskipun demikian, langkah ini sedikit menggerus keuntungan,” tambahnya.
Subandi menilai, nilai tukar rupiah yang ideal dan wajar terhadap dolar AS berada di kisaran Rp14.500 hingga Rp14.800. Salah satu opsi lain yang bisa ditempuh pelaku usaha adalah menaikkan harga produk. Namun, strategi ini juga bukan tanpa risiko. “Kenaikan harga bisa membuat produk tetap eksis di pasar, tapi kurang tepat dilakukan saat daya beli masyarakat sedang menurun,” jelasnya.
Di tengah kondisi yang penuh tantangan ini, pelaku usaha terus berharap adanya langkah konkret untuk menstabilkan ekonomi nasional.
Tanpa stabilitas nilai tukar dan kepastian ekonomi, iklim usaha dan investasi di Indonesia, terutama di sektor strategis seperti migas dan impor, akan terus berada dalam bayang-bayang ketidakpastian.