323 total views
INN NEWS – Pada Maret 2025, pemerintah Indonesia secara resmi mengalihkan saham mayoritas dari 13 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk empat bank besar, ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Langkah ini menuai kontroversi, terutama karena melibatkan bank-bank BUMN yang memiliki peran vital dalam perekonomian dan mengelola aset masyarakat dalam jumlah besar.
Artikel ini akan membahas potensi bahaya dari kebijakan tersebut, khususnya terkait risiko sistemik perbankan dan keamanan uang masyarakat.
13 Saham BUMN yang Dialihkan ke Danantara
Berikut adalah daftar 13 BUMN yang sahamnya telah dialihkan ke Danantara melalui PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai holding operasional, beserta persentase kepemilikan saham Seri B dan Seri C yang diinbrengkan:
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI): 48,53 miliar saham Seri B (52%)
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI): 80,61 miliar saham Seri B (53,19%)
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI): 22,37 miliar saham Seri B dan Seri C (60%)
- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN): 8,42 miliar saham Seri B (60%)
- PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR): 3,45 miliar saham Seri B (51,2%)
- PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM): 51,60 miliar saham Seri B (52,09%)
- PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR): 5,08 miliar saham Seri B (70%)
- PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA): 36,29 miliar saham Seri B (91,018%)
- PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT): 21,70 miliar saham Seri B (75,35%)
- PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI): 5,40 miliar saham Seri B (64,33%)
- PT PP (Persero) Tbk. (PTPP): 3,16 miliar saham Seri B (51%)
- PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS): 15,47 miliar saham Seri B (80%)
- PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA): 59,03 miliar saham (64,536%) – terdiri dari 15,67 miliar saham Seri B dan 43,36 miliar saham Seri C.
Total nilai aset saham yang dialihkan ke Danantara mencapai Rp761,8 triliun, dengan bank-bank BUMN seperti Mandiri, BRI, BNI, dan BTN menjadi sorotan utama karena peran krusial mereka dalam sistem keuangan nasional.
Bahaya Bank Masuk Danantara
Keputusan untuk memasukkan bank-bank BUMN ke dalam Danantara memicu kekhawatiran besar, terutama karena bank memiliki risiko sistemik yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi. Berikut adalah beberapa potensi bahaya yang perlu diperhatikan:
Risiko Sistemik Perbankan
Bank bukanlah entitas biasa seperti perusahaan manufaktur atau jasa. Bank mengelola dana masyarakat dalam bentuk simpanan (deposito, tabungan, giro) yang merupakan liabilitas, bukan aset bank itu sendiri.
Data menunjukkan bahwa hanya 10-15% dari total aset bank merupakan milik bank (modal inti), sementara 85-90% sisanya adalah dana masyarakat.
Jika Danantara gagal mengelola bank-bank ini misalnya karena mismanagement atau korupsi dampaknya bisa sistemik, memicu krisis keuangan seperti yang pernah terjadi pada kasus Bank Century di tahun 2008, di mana dana nasabah hilang akibat kepailitan.
Kehilangan Otonomi Bank
Dengan saham mayoritas dialihkan ke Danantara, bank-bank BUMN kehilangan sebagian otonomi operasionalnya.
Keputusan strategis yang sebelumnya diambil oleh manajemen bank kini harus melalui birokrasi Danantara, yang berpotensi memperlambat pengambilan keputusan dan meningkatkan risiko intervensi politik.
Hal ini bisa melemahkan kepercayaan investor dan nasabah terhadap bank.
Penurunan Harga Saham dan Kepercayaan Pasar
Pengalihan saham ke Danantara telah memicu volatilitas di pasar modal. Saham bank-bank BUMN seperti BMRI, BBRI, dan BBNI dilaporkan mengalami penurunan signifikan pasca-pengumuman kebijakan ini.
Ketidakpastian tentang tata kelola Danantara dan potensi salah kelola membuat investor ragu, yang pada akhirnya dapat merugikan nilai kapitalisasi pasar bank.
Ketidakjelasan Persetujuan Masyarakat
Dana masyarakat yang disimpan di bank pada dasarnya adalah “titipan” yang harus dijaga keamanannya. Namun, belum ada indikasi bahwa Danantara telah meminta persetujuan dari masyarakat—pemilik 85-90% aset bank—sebelum mengambil alih saham mayoritas.
Hal ini menimbulkan pertanyaan etis dan hukum: apakah keputusan ini sah tanpa konsultasi publik?
Bagaimana Nasib Uang Masyarakat?
Uang masyarakat yang disimpan di bank-bank BUMN seperti tabungan, deposito, atau giro berada dalam risiko jika terjadi kegagalan pengelolaan oleh Danantara. Berikut skenario yang mungkin terjadi:
Jika Danantara Sukses
Bank-bank BUMN bisa menjadi lebih efisien dan mendukung pertumbuhan ekonomi, sehingga dana masyarakat tetap aman dan bahkan bisa memberikan imbal hasil lebih baik melalui dividen yang dikelola Danantara.
Jika Danantara Gagal
Salah kelola atau korupsi bisa menyebabkan bank-bank ini mengalami kesulitan likuiditas atau bahkan pailit. Dalam kasus terburuk, seperti yang terjadi pada Bank Century, uang nasabah bisa “melayang” jika tidak ada jaminan penuh dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
LPS hanya menjamin simpanan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank, sehingga nasabah dengan dana lebih besar dari itu berisiko kehilangan sebagian atau seluruh dananya.
Hati-Hati dengan Uang Anda
Kebijakan ini menegaskan bahwa bank seharusnya tidak dimasukkan ke dalam struktur seperti Danantara karena sifatnya yang sensitif dan risiko sistemik yang melekat.
Pengalaman masa lalu, seperti kepailitan Bank Century, menjadi pengingat bahwa ketidakprudenan dalam pengelolaan bank bisa berakibat fatal bagi masyarakat.
Sebagai nasabah, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk melindungi uang Anda:
Pantau perkembangan Danantara dan kinerja bank-bank BUMN secara berkala.
Diversifikasi simpanan Anda ke beberapa bank, termasuk bank swasta atau bank asing, untuk mengurangi risiko konsentrasi.
Pastikan simpanan Anda tidak melebihi batas jaminan LPS (Rp2 miliar per nasabah per bank).
Memasukkan bank-bank BUMN ke dalam Danantara adalah langkah berisiko yang bisa membahayakan stabilitas sistem keuangan nasional.
Dengan 85-90% aset bank merupakan milik masyarakat, kebijakan ini seharusnya tidak diambil tanpa transparansi dan persetujuan publik yang jelas. Hati-hati dengan uang Anda jangan sampai kepercayaan pada bank yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat justru runtuh akibat ambisi yang belum teruji.
Pemerintah perlu mempertimbangkankembali kebijakan ini demi menjaga keamanan dana masyarakat dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.