1,610 total views
INN NEWS – Desy Boban, seorang mahasiswi asal Asmat yang menempuh pendidikan di IPB University baru-baru ini menyampaikan kritik tajam dan emosional lewat media sosialnya.
Ia tidak sedang mencari sensasi, tetapi melontarkan kegelisahan yang lahir dari pengamatan jujur terhadap realitas mahasiswa Papua di tanah rantau.
Desy muak melihat bagaimana sebagian anak asli Papua (OAP) menyalahgunakan beasiswa negara hanya untuk bersenang-senang, mabuk, membuat masalah, dan merusak citra generasi muda Papua.
Ia mengingatkan dengan keras bahwa beasiswa yang dinikmati oleh mahasiswa Papua bukanlah hak mutlak, melainkan amanah besar dari negara, dari hasil pajak rakyat Indonesia yang bekerja keras.
“Sementara jutaan anak-anak Indonesia lainnya berjuang keras untuk mendapatkan beasiswa dengan proses seleksi ketat, sebagian mahasiswa Papua justru melalaikan tanggung jawab akademik dan sosial yang melekat pada bantuan itu,” kata Desy dalam keterangannya kepada INN, Sabtu (10/5).
Glendy Somae, mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia, mendukung suara kritis ini.
Ia menilai bahwa kritik ini tidak hanya penting, tetapi juga harus menjadi refleksi kolektif bagi mahasiswa Papua di manapun mereka berada.
Menurutnya, kritik semacam ini harus sampai ke telinga pemerintah sebagai bahan evaluasi, sekaligus menjadi peringatan bagi sesama penerima beasiswa untuk tidak larut dalam zona nyaman yang merugikan diri sendiri maupun komunitas.
“Apa yang disampaikan Desy adalah bentuk kepemimpinan moral yang patut diapresiasi. Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, melainkan menyadarkan: bahwa pendidikan adalah alat perjuangan, bukan pelarian”.
Dalam dunia yang sering kali dibungkam oleh kepentingan politik dan basa-basi, keberanian menyuarakan kebenaran dari dalam komunitas sendiri adalah langkah awal untuk perubahan.
Harapan agar kesempatan emas ini benar-benar jatuh ke tangan generasi Papua yang siap berjuang, yang memahami bahwa pendidikan bukan hanya tentang gelar, tetapi tentang membangun kapasitas untuk memperbaiki ketimpangan di tanah kelahiran.
Pemerintah perlu bertindak, mengevaluasi penerima beasiswa secara berkala, dan memastikan hanya mereka yang layak yang mendapat kesempatan.
Sementara itu, mahasiswa Papua harus mulai menata ulang arah hidup mereka di rantau—karena Papua yang lebih baik tidak lahir dari hura-hura, tapi dari kerja keras, tanggung jawab, dan Cinta terhadap tanah sendiri.


