392 total views
INN NEWS – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang, atau turun sekitar 200.000 orang dibandingkan dengan kondisi pada September 2024 yang mencapai 24,06 juta orang.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyampaikan terdapat ketimpangan angka penduduk miskin antara di perkotaan dan pedesaan.
Meski angka kemiskinan di perkotaan jauh lebih rendah, namun persentasenya mengalami peningkatan.
Ia mencatat persentase kemiskinan di perkotaan tercatat naik 0,07% dari 6,66% pada September 2024 menjadi 6,73% pada Maret 2025.
Sedangkan, di pedesaan tercatat turun 0,31% dari 11,34% pada September 2024 menjadi 11,03% pada Maret 2025.
“Penduduk miskin di kota meningkat sekitar 0,07% Maret 2025 dibandingkan September 2024,” tutur Ateng dalam konferensi pers, Jumat (25/7).
Ateng membeberkan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penduduk miskin di perkotaan meningkat.
Pertama, jumlah masyarakat setengah menganggur di perkotaan pada Februari 2025 meningkat menjadi 0,46 juta jiwa dibandingkan Agustus 2024.
Masyarakat yang memiliki pekerjaan setengah menganggur ini artinya, mereka bekerja kurang dari 35 jam dalam sebulan, dan mereka masih mencari pekerjaan.
Kedua, sebagian besar harga komoditas pangan mengalami kenaikan harga. Misalnya minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih. “Penduduk kota tergantung pada harga pasar. Ini karena sebagian besar di perkotaan tidak memproduksi sendiri,” ungkapnya.
Nah dengan pengaruh kenaikan harga tersebut maka akan menghambat daya beli masyarakat di perkotaan, khususnya untuk rumah tangga kelompok bawah atau miskin dan rentan miskin.
Ketiga, pengaruh dari tingkat pengangguran. Meski Ateng mencatat tingkat pengangguran terbuka tercatat turun dari 4,91% pada Agustus 2024 menjadi 4,76% pada Februari 2025, berdasarkan jenis kelaminnya, tingkat pengangguran terbuka untuk laki-laki di wilayah perkotaan tercatat meningkat.
Tingkat pengangguran untuk laki-laki di perkotaan tercatat 5,87% pada Agustus 2024, dan meningkat menjadi 6,06% pada Februari 2025.
“Nah kita ketahui bahwa laki-laki kan sebagian besar ujung tombak dalam ekonomi, dalam bekerja. Jadi kenaikan tingkat pengangguran pada laki-laki ini akan berpengaruh terhadap dari tingkat kemiskinan di perkotaan,” jelasnya.


