661 total views
JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto kembali menyerukan masyarakat Indonesia untuk tetap tenang dan mempercayai pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menjalankan tugasnya untuk kepentingan rakyat.
Pernyataan ini disampaikan di tengah gelombang tuntutan masyarakat, termasuk dari kalangan buruh dan mahasiswa, yang mendesak pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset sebagai langkah konkret dalam pemberantasan korupsi.
Dalam konferensi pers pada Minggu, 31 Agustus 2025, Prabowo menegaskan komitmen pemerintahannya untuk bekerja demi kesejahteraan rakyat dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
“Saya meminta seluruh warga negara untuk percaya kepada pemerintah dan tetap tenang. Pemerintah yang saya pimpin bersama semua partai politik akan selalu memperjuangkan kepentingan rakyat, termasuk yang paling kecil dan tertinggal,” ujarnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi secara damai tanpa tindakan anarkis, seperti perusakan fasilitas umum, yang menurutnya merugikan kepentingan publik.
Namun, di sisi lain, masyarakat menunjukkan keresahan atas lambatnya pengesahan UU Perampasan Aset, yang dianggap sebagai instrumen penting untuk memerangi korupsi dan mengembalikan aset negara yang dikuasai koruptor.
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, dalam konferensi pers pada 30 Agustus 2025, mendesak Prabowo dan DPR untuk segera membahas dan mengesahkan UU tersebut.
Menurutnya, pengesahan UU ini dapat menurunkan ketegangan sosial akibat kekecewaan rakyat terhadap kinerja DPR, terutama di tengah krisis ekonomi.
Said juga menyoroti urgensi revisi UU lain, seperti UU Pemilu dan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, untuk segera diselesaikan.
Prabowo sendiri telah berulang kali menyatakan dukungannya terhadap UU Perampasan Aset.
Pada peringatan Hari Buruh di Monas, Jakarta, pada 1 Mei 2025, ia menegaskan pentingnya regulasi ini untuk menarik kembali kekayaan negara yang dikuasai koruptor.
“Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak aja, udah nyolong enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja deh itu,” ujar Prabowo dengan nada tegas, disambut sorakan buruh.
Namun, ia menekankan bahwa dukungan ini harus diwujudkan dengan tindakan nyata, bukan sekadar retorika.
Meski seolah mendapat dukungan dari Presiden dan sejumlah fraksi, pembahasan UU Perampasan Aset masih terhambat.
DPR periode 2024-2029 belum memasukkan UU ini dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, melainkan hanya dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029.
Ketua DPR Puan Maharani menyatakan bahwa pembahasan UU ini tidak dapat dilakukan terburu-buru karena DPR tengah fokus menyelesaikan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) terlebih dahulu.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo telah berkomunikasi dengan pimpinan partai politik untuk mendorong pembahasan UU ini.
Ada pula wacana untuk mengubah status UU dari inisiatif pemerintah menjadi inisiatif DPR agar proses legislasi dapat dipercepat.
Namun, hingga kini, belum ada kemajuan signifikan.Masyarakat sipil, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia, turut menyuarakan urgensi pengesahan UU ini.
Koordinator ICW Agus Sunaryanto menegaskan bahwa UU Perampasan Aset lebih efektif ketimbang wacana pengampunan koruptor yang sempat dilontarkan Prabowo.
“Percepatan realisasi regulasi ini memiliki dampak positif untuk memulihkan aset negara,” ujarnya.
Sementara itu, jika melihat jajak pendapat Kompas pada Mei 2025 dikutip, menunjukkan bahwa meski kesadaran publik terhadap UU ini masih rendah, mayoritas masyarakat (92,5%) mendukung pengesahannya.
Tuntutan masyarakat terhadap pengesahan UU Perampasan Aset juga mengemuka dalam aksi demonstrasi pada 25 Agustus 2025 di depan gedung DPR.
Meskipun ada klaim di media sosial bahwa DPR telah mengesahkan UU ini pasca-aksi tersebut, verifikasi media seperti Tempo membuktikan bahwa klaim tersebut hoaks.
Hingga kini, UU Perampasan Aset belum disahkan, dan DPR belum menunjukkan langkah konkret untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Sentimen masyarakat di media sosial, khususnya Twitter (X), mencerminkan kekecewaan dan urgensi terhadap pengesahan UU Perampasan Aset.
Beberapa komentar warganet menunjukkan keresahan atas lambatnya proses legislasi dan ketidakadilan yang dirasakan.
Misalnya, akun @nianipotongpadi menulis, “Tau ga kenapa banyak yg korupsi? Karena gaada efek jera, jadi digampangkan. UU Perampasan aset aja ga kelar kelar. Gausah banding bandingin hal buruk 1 dengan lainnya, gaada yg bener. Semuanya sama harus dikasih efek jera mau pejabat mau rakyat, korupsi tuh gabener.”
Akun @jhonsitorus_19 juga mengungkapkan sentimen serupa, “Percayalah, dia (koruptor) menangis bukan karena menyesali perbuatannya. Dia menangis karena harta-hartanya disita, dia takut jika dia MISKIN lagi. Koruptor itu takut MISKIN, bukan takut dipenjara, dia juga tidak peduli soal nama baik dan citra. Makanya segera SAHKAN UU Perampasan.”
Sementara itu, akun @membaca_melawan menyindir proses pembahasan yang berlarut-larut, “RUU Perampasan Aset lagi, bertele-tele, dan GAAAAK, KAMI GA SAYANG SAMA TUKANG GEBUK SIPIL. geli sendiri bacanya,” menunjukkan frustrasi terhadap sikap pemerintah dan DPR yang dianggap tidak serius.
Warganet lain, seperti @embunarya, bahkan membandingkan kecepatan pengesahan aturan lain yang dianggap merugikan rakyat, “Perampasan aset gak disahkan malah perampasan kendaraan rakyat yang disahkan,” merujuk pada aturan penyitaan kendaraan akibat STNK mati.
Komentar ini mencerminkan persepsi ketidakadilan di mana aturan yang dianggap lebih mendesak seperti UU Perampasan Aset terabaikan, sementara regulasi lain yang memengaruhi rakyat kecil cepat diterapkan.
Di tengah desakan publik dan dukungan Presiden, tantangan terbesar kini ada pada DPR untuk menunjukkan komitmennya.
Seperti dikatakan oleh anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PKS, Muhammad Kholid, UU Perampasan Aset bukan hanya soal teknis hukum, tetapi juga keberanian moral untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.
“UU Perampasan Aset adalah tonggak sejarah dalam perjuangan pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Akankah DPR merespons desakan rakyat dan Presiden Prabowo dengan segera mengesahkan UU ini?


