HomeHeadlineUskup Agung Jakarta Serukan Tobat Nasional: Introspeksi Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif untuk...

Uskup Agung Jakarta Serukan Tobat Nasional: Introspeksi Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif untuk Indonesia yang Lebih Baik

Published on

spot_img

 358 total views

JAKARTA – Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, menyerukan tobat nasional sebagai respons terhadap berbagai tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

Dalam konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Menteng, Jakarta, pada Rabu (3/9/2025), Kardinal Suharyo mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, untuk melakukan introspeksi mendalam dan mengakui kesalahan demi perbaikan tata kelola negara.

Tobat Nasional: Panggilan untuk Introspeksi Bersama

Kardinal Suharyo menegaskan bahwa tobat nasional adalah langkah penting untuk menyikapi kondisi sosial dan politik Indonesia yang dinilai .

“Marilah kita melakukan tobat nasional, itu kata yang menurut saya sekarang ini paling perlu. Karena kalau tidak, ya enggak tahu kita ini mau ngapain,” ujarnya.

Ia menekankan perlunya keberanian untuk mengakui kelemahan dan kesalahan di semua lini kekuasaan, mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Menurutnya, penyangkalan terhadap kesalahan hanya akan menghambat kemajuan bangsa.

Beliau mengajak pemerintah dan lembaga negara untuk mendengarkan aspirasi rakyat yang kian hari kian vokal menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat.

Suharyo menyoroti bahwa kritik dan gagasan konstruktif dari berbagai pihak, seperti akademisi dan kelompok masyarakat sipil, sering kali hanya menjadi wacana tanpa tindak lanjut konkret.

Oleh karena itu, ia mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem yang ada agar tidak memicu tindakan eksesif atau pelanggaran hak asasi manusia.

Gerakan Nurani Bangsa: Suara Lintas Agama untuk Perubahan

Seruan tobat nasional ini disampaikan dalam konferensi pers yang diselenggarakan oleh Gerakan Nurani Bangsa, sebuah inisiatif yang digagas oleh tokoh-tokoh lintas agama dan masyarakat, termasuk Sinta Nuriyah (istri almarhum Presiden Gus Dur), Franz Magnis-Suseno, eks Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin, eks Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, dan Pendeta Gomar Gultom.

GNB menilai bahwa kemarahan rakyat dipicu oleh sikap sebagian elite penguasa di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, serta aparat penegak hukum yang dinilai tidak sensitif dan kurang berempati terhadap beban rakyat yang terus membesar.

Alissa Wahid, salah satu tokoh GNB, menegaskan bahwa kepala negara harus segera memimpin dan memerintahkan semua jajaran institusi negara untuk bertindak berdasarkan nilai etika, kesederhanaan, dan asas kepatutan.

Hal ini dianggap penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang kini mulai hilang akibat berbagai kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. GNB juga menyerukan penghentian tindakan kekerasan dan represif terhadap unjuk rasa, yang merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat.

Tuntutan kepada Lembaga NegaraDalam konferensi pers tersebut, GNB menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto, pemerintah, serta lembaga legislatif dan yudikatif.

Mereka meminta agar kebijakan negara lebih berpihak kepada rakyat, dengan menjadikan kepentingan masyarakat sebagai landasan utama.

Selain itu, GNB mendorong reformasi tata kelola di ketiga cabang kekuasaan—eksekutif, legislatif, dan yudikatif—agar lebih transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Kardinal Suharyo mengingatkan bahwa cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya dapat tercapai jika semua pihak bersedia melakukan introspeksi dan perbaikan.

Ia menegaskan bahwa pengakuan atas kesalahan bukanlah tanda kelemahan, melainkan langkah awal menuju perubahan yang lebih baik.

“Dibuka kartunya, diakui kesalahan-kesalahannya, karena kalau kita menyangkal, kita tidak akan ke mana-mana,” tegasnya.

Peran Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif dalam Demokrasi

Dalam sistem pemerintahan Indonesia, kekuasaan dibagi menjadi tiga cabang utama: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Lembaga eksekutif, yang dipimpin oleh Presiden, bertugas melaksanakan undang-undang dan kebijakan negara. Lembaga legislatif, yang terdiri dari DPR, DPD, dan MPR, bertanggung jawab membuat undang-undang serta mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah.

Sementara itu, lembaga yudikatif, yang dijalankan oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial, memiliki peran menegakkan hukum dan keadilan serta memastikan konstitusionalitas kebijakan.

Menurut Kardinal Suharyo, ketiga pilar ini harus bekerja sama secara harmonis dengan berlandaskan pada keberpihakan kepada rakyat.

Ia menyoroti bahwa ketidakseimbangan atau kurangnya empati dari salah satu pilar dapat memicu ketidakstabilan sosial, seperti yang terlihat dari gelombang unjuk rasa yang terjadi belakangan ini, yang bahkan menyebabkan korban jiwa.

Harapan untuk Indonesia yang Lebih Adil

Seruan tobat nasional ini bukan sekadar panggilan moral, tetapi juga ajakan untuk membangun Indonesia yang lebih adil, demokratis, dan sejahtera.

Dengan melibatkan tokoh-tokoh lintas agama dan masyarakat, GNB berupaya mendorong dialog nasional yang inklusif untuk mencari solusi atas berbagai permasalahan bangsa. Kardinal Suharyo menegaskan bahwa cinta terhadap Indonesia harus menjadi semangat utama dalam setiap langkah perbaikan.

Sebagai bangsa yang tengah menuju cita-cita Indonesia Emas 2045, seruan ini menjadi pengingat bahwa perubahan dimulai dari kesediaan untuk mengakui kesalahan dan berkomitmen pada perbaikan.

Dengan kerja sama antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta dukungan seluruh elemen masyarakat, Indonesia diharapkan dapat melangkah menuju masa depan yang lebih cerah dan bermartabat.

Artikel Terbaru

InFest 2025: Melatih Generasi Pencipta Teknologi, Bukan Sekadar Pengguna

Dunia sedang berubah cepat, dan Indonesia tak boleh tertinggal. Di tengah derasnya arus teknologi dan kecerdasan buatan (AI), Sekolah Programming Indonesia (SPI) bersama Imadeo Learning Center dan Eco Village menghadirkan InFest (Innovation Festival), sebuah ajang kompetisi dan pameran inovasi yang bertujuan menumbuhkan pola pikir kreatif dan kolaboratif di kalangan generasi muda.

Trump Gaza Plan: Antara Tuduhan Kolonialisme dan Jalan Keluar Gaza

Di abad ke-21, kata “kolonialisme” masih terus digunakan sebagai senjata retoris. Setiap intervensi Barat...

Regionalisme sebagai Penahan Benturan Globalisme dan Nasionalisme

Dunia sedang bergerak menuju era multipolar yang kompleks. Jika pada masa Perang Dingin peta...

Ortu SD Muhammadiyah 1 Ketelan Solo Lebih Pilih Dapur Sehat Rp10 Ribu daripada MBG Gratis

Solo, innindonesia.com – Di tengah gencarnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah pusat, sekelompok orang tua siswa di SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Solo, Jawa Tengah, justru memilih opsi mandiri. 

artikel yang mirip

InFest 2025: Melatih Generasi Pencipta Teknologi, Bukan Sekadar Pengguna

Dunia sedang berubah cepat, dan Indonesia tak boleh tertinggal. Di tengah derasnya arus teknologi dan kecerdasan buatan (AI), Sekolah Programming Indonesia (SPI) bersama Imadeo Learning Center dan Eco Village menghadirkan InFest (Innovation Festival), sebuah ajang kompetisi dan pameran inovasi yang bertujuan menumbuhkan pola pikir kreatif dan kolaboratif di kalangan generasi muda.

Trump Gaza Plan: Antara Tuduhan Kolonialisme dan Jalan Keluar Gaza

Di abad ke-21, kata “kolonialisme” masih terus digunakan sebagai senjata retoris. Setiap intervensi Barat...

Regionalisme sebagai Penahan Benturan Globalisme dan Nasionalisme

Dunia sedang bergerak menuju era multipolar yang kompleks. Jika pada masa Perang Dingin peta...