1,063 total views
INN NEWS – Istilah orde baru (orba) dan neo orba muncul dengan majunya Putra Sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024 usai hengkang dari partai yang membesarkan karir politiknya, yakni PDI Perjuangan (PDIP).
Orba adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden kedua RI yakni Soeharto. Orba menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Presiden Soekarno.
Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu 32 tahun itu, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela dan pengekangan kebebasan berpendapat.
Sementara itu Istilah neo Orba diketahui sudah dipakai sejak tahun 2004 oleh sosiolog asal Indonesia bernama George Junus Aditjondro. Melalui wawancara di Tabloid Reformata Edisi 13 April 2004, Aditjondro menyebut Pemilu 2004 digelar “untuk konsolidasi kekuatan neo-Orba.”
Neo Orba sendiri merupakan frasa yang terdiri dari dua kata, ‘neo’ dan ‘Orba’. Kata ‘neo’ bersalah dari bahasa Latin yang artinya modern, baru, atau mutakhir. Kata ‘neo’ diadaptasi dalam istilah Inggris yang umum, yaitu ‘new’ yang artinya baru. Jadi neo Orba artinya adalah Orde Baru Modern.
Baca juga: Media Amerika Soroti Pilpres RI: Menantu Diktator dan Ancaman Kematian Demokrasi
Pengamat politik Prof Muhammad Athoillah Shohibul Hikam atau Prof AS Hikam dalam Diskusi Daring bertajuk Fenomena Neo Orba di Pilpres 2024: Demokrasi di Simpang Jalan? yang disiarkan di kanal YouTube Forum Intelektual Muda, dilihat Rabu (24/1/2024) mengatakan, perbedaan utama Orba dan neo Orba berada di sistem politik.
Dijelaskannya, pada masa orba menggunakan sistem politik military otoritarian sebagai senjata untuk membungkam lawannya.Sementara, neo orba menggunakan formal konstitusional demokrasi.
“Dari dua ini jelas ada perbedaan yang cukup kualitatif, karena setidaknya karena neo atau yang disangka ini mempunyai semacam basis normatif sebagai konstitusional,” ujar AS Hikam.
1. Orba dari Sisi Pembangunan Ekonomi
Hikam kemudian menjelaskan dari sisi pembangunan ekonomi di masa orba menerapkan sistem ekonomi kapitalis berbasis pada intervensi negara, yang dicampur dengan kekuatan kapital swasta.
Sedangkan neo orba menggunakan restrukturisasi ekonomi dan pembangunan ekonomi atau disebut neoliberalisme.
“Ini sudah diikuti oleh hampir semua negara-negara yang ada di pinggir, di pusat maupun di seberang,” kata dia.
2. Karakter Orba Sengaja Dimunculkan Demi Langgengkan Kekuasaan
Pengamat komunikasi politik Henri Subiakto mengatakan, munculnya fenomena neo Orba di era kekinian merupakan hal yang sengaja dihadirkan. Dia mengatakan, neo orba dimaknai sebagai karakter orde baru yang dimunculkan untuk kepentingan Pilpres 2024.
“Orde baru, neo yang baru. Apa itu? Salah satunya intimidasi adanya penggunaan kekuasaan,” ucap Henri.
3. Aparat Jadi Represif
Henri mengatakan, aparat di masa Pemilu 2024 di sejumlah daerah menjadi represif untuk mengendalikan berbagai represif.
Menurutnya, aparat yang dimaksud tidak hanya TNI, Polri, tapi juga ASN yang berada di sejumlah instansi.
“Dulu kekuatan ini dipakai oleh Orba, sekarang dipakai lagi di dalam konteks Pemilu 2024. Untuk apa? Untuk memproses kalangan tertentu yang tidak mengikuti kehendak mereka,” pungkasnya.