226 total views
JAKARTA – Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan pandangan yang berbeda atau opini minoritas dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai kasus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024, pada Senin (22/04).
Arief menyatakan bahwa pemilu 2024 secara keseluruhan sangat berbeda dari penyelenggaraan pemilihan umum pada tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan yang paling mencolok adalah dugaan campur tangan yang kuat dari cabang kekuasaan eksekutif, yang terlihat cenderung dan secara nyata mendukung kandidat tertentu dengan semua infrastruktur politiknya.
“Anggapan bahwa presiden boleh berkampanye merupakan justifikasi yang tak dapat diterima oleh nalar yang sehat dan etika yang peka. Memang, desain politik hukum UU 7/2017 tentang Pemilu yang membolehkan presiden berkampanye memiliki cakupan ruang yang terbatas, yakni tatkala presiden akan mencalonkan diri kembali dalam konstestasi pemilihan presiden/wakil presiden untuk kali kedua,” ucap Arif seperti yang disiarkan dalam Youtube MK.
Hakim MK Arief H: Jokowi Terbukti Cawe-cawe di Pemilu Suburkan Dinastinya
Arif mengungkapkan bagaimana intervensi Jokowi dalam kampanye yang secara tidak langsung mendukung salah satu paslon dalam Pemilihan Presiden 2024 yang dapat merusak demokrasi dan menyuburkan spirit politik dinasti.
“Apa yang dilakukan Presiden seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit dan berpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan,” ucap Arief.
Dalam keterangannya, Arif juga menjelaskan budaya berhukum dan berkonstitusi di negara. Sejauh ini, perkembangan hukum sangat kurang dalam aspek ini, bahkan sering diabaikan.
“Poin yang terakhir ini terkait erat dengan kultur berhukum dan berkonstitusi dalam negara kita. Selama ini pembangunan hukum di negara kita amat lemah pada aspek ini, bahkan cenderung diabaikan. Dampak pengabaian ini dapat kita rasakan sekarang, misal dalam kasus pemilu. Pasca perubahan sistem pemilu yang semula tidak langsung menjadi langsung,” ungkap Arief.