161 total views
INN INTERNASIONAL – BRICS adalah kelompok negara-negara berkembang yang menyatukan beberapa ekonomi terbesar di dunia dengan tujuan untuk meningkatkan kerja sama di berbagai sektor, salah satunya adalah ekonomi.
Keanggotaan Indonesia di BRICS bukan hanya simbolis tetapi juga strategis, mengingat negara ini sedang mencari cara untuk memperkuat posisinya dalam ekonomi global yang semakin multipolar.
Mengurangi ketergantungan pada Dolar AS adalah satu agenda utama BRICS adalah untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS, terutama dalam transaksi perdagangan antaranggota.
Ini dilakukan melalui beberapa strategi seperti penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral atau melalui pembentukan mata uang digital atau mata uang umum BRICS yang masih dalam tahap perencanaan.
Baca juga:
RI Resmi Gabung BRICS, Siap-siap Terima Risiko Ini!
Indonesia, dengan ekspornya yang signifikan ke negara-negara BRICS, memiliki peluang untuk mengurangi dampak volatilitas dolar AS dengan memanfaatkan penggunaan mata uang bilateral dalam perdagangan.
Namun, ini juga membawa risiko, terutama jika ada benturan kepentingan dengan Amerika Serikat dan sekutunya, yang merupakan mitra dagang utama lainnya untuk Indonesia.
Potensi Perang Dagang
Mengurangi ketergantungan pada dolar AS bisa dianggap sebagai langkah menuju dedolarisasi, yang mungkin menimbulkan ketegangan dengan AS.
Perang dagang tidak selalu berarti tarif tinggi atau sanksi langsung, tetapi bisa juga dalam bentuk tekanan diplomatik, perubahan kebijakan perdagangan, atau bahkan intervensi keuangan melalui sanksi ekonomi.
Dengan bergabungnya Indonesia ke BRICS, beberapa analis memperkirakan bahwa Indonesia mungkin akan terimbas oleh perang dagang AS-Cina, terutama jika BRICS bergerak lebih agresif dalam mempromosikan penggunaan mata uang alternatif untuk transaksi global.
Lalu risiko seperti apa yang akan dihadapi Indonesia?
Indonesia akan diterpa dengan benturan kepentingan. Potensi konflik dengan kebijakan AS yang mungkin tidak menguntungkan bagi Indonesia.
Sementara itu akan terjadi volatilitas ekonomi. Dimana transisi dari penggunaan dolar AS bisa menyebabkan ketidakpastian ekonomi dalam jangka pendek.
Kemudian, Jika AS merasa terancam oleh dedolarisasi, Indonesia mungkin menghadapi sanksi ekonomi atau tekanan diplomatik.