371 total views
JAKARTA – Belakangan ini, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menjadi sorotan publik karena menimbulkan berbagai kontra di tengah masyarakat.
Banyak pihak menilai terdapat potensi risiko besar dalam pengelolaan dana investasi yang diamanatkan kepada lembaga ini.
Danantara, yang bertujuan mengelola dana investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara resmi diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 24 Februari 2025.
Meski memberikan harapan besar terhadap pertumbuhan ekonomi, keberadaan Danantara juga memunculkan berbagai kekhawatiran.
Lemahnya Pengawasan dan Risiko Penyalahgunaan
Menurut Achmad Nur Hidayat, Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Danantara memiliki wewenang kelembagaan yang sangat besar. Namun, kelembagaan tersebut dinilai lemah dalam hal pengawasan.
Baca juga:
Erick Thohir dan Korupsi BUMN di Atas Takhta Danantara
“Danantara dibentuk sebagai lembaga yang berada langsung di bawah kendali presiden. Hal ini menunjukkan adanya kekuasaan kelembagaan yang sangat besar, tetapi dengan pengawasan yang terbatas,” ungkap Hidayat pada Senin (24/2).
Ia menyoroti regulasi yang mengatur Danantara, di mana lembaga ini tidak mengikuti mekanisme akuntabilitas sebagaimana badan usaha milik negara (BUMN) pada umumnya. Bahkan, undang-undang menyebutkan bahwa kerugian yang dialami Danantara tidak akan dianggap sebagai kerugian negara.
“Aturan ini memiliki implikasi serius. Tanpa sistem check and balances yang memadai, potensi penyalahgunaan wewenang menjadi sangat besar,” tambahnya.
Rangkap Jabatan dan Konflik Kepentingan
Presiden Prabowo menunjuk Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Ketua Badan Pengawas Danantara.
Selain itu, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani ditunjuk sebagai Chief Executive Officer (CEO), sementara Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria menjadi Chief Operating Officer (COO).
Ketiga pejabat ini merangkap jabatan, yang menimbulkan kekhawatiran terkait konflik kepentingan dan kurangnya dedikasi penuh.
“Penunjukan direksi yang juga menjabat sebagai pejabat negara menimbulkan kekhawatiran terkait potensi konflik kepentingan,” ujar Hidayat.
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga mengkritik rangkap jabatan tersebut. Ia menilai kondisi ini berisiko mengganggu koordinasi dan meningkatkan potensi benturan kepentingan.
“Menteri Investasi berperan sebagai regulator urusan investasi, sementara Danantara merupakan operator investasi dari BUMN. Ada potensi benturan konflik kepentingan antara regulator dan operator,” jelas Huda pada Selasa (25/2/2025).
Pentingnya Transparansi dan Tata Kelola yang Baik
Kritik yang mengemuka dari berbagai pihak menyoroti perlunya penerapan tata kelola yang baik (good corporate governance) dalam operasional Danantara.
Hal ini menjadi langkah penting untuk mengatasi potensi konflik kepentingan dan memastikan pengawasan yang efektif demi meminimalkan risiko penyalahgunaan wewenang.