1,137 total views
JAKARTA – Industri perhotelan dan restoran di Jakarta tengah menghadapi krisis serius.
Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, sekitar 70% pelaku usaha di sektor ini berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar 10% hingga 30% dari total karyawan mereka.
Keputusan ini diambil akibat penurunan drastis tingkat hunian hotel (okupansi) dan tekanan biaya operasional yang semakin berat.
Ketua PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, mengungkapkan bahwa kondisi bisnis yang terus memburuk tanpa solusi konkret dari pemerintah mendorong pengusaha untuk mengambil langkah efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja.
“Kalau situasi seperti ini terus terjadi tanpa intervensi pemerintah, banyak pengusaha tidak punya pilihan selain mengurangi jumlah karyawan,” ujar Sutrisno dalam konferensi pers daring pada Senin (26/5/2025).
Penyebab Krisis di Industri Perhotelan
Survei PHRI menunjukkan bahwa 96,7% hotel di Jakarta mengalami penurunan okupansi, dengan penurunan terbesar berasal dari segmen pasar pemerintahan, mencapai 66,7%.
Hal ini dipicu oleh kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, seperti Inpres Nomor 1 Tahun 2025, yang membatasi perjalanan dinas dan kegiatan rapat di hotel.
Selain itu, kontribusi wisatawan mancanegara ke Jakarta masih sangat rendah, hanya 1,98% per tahun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) periode 2019–2023, sehingga industri sangat bergantung pada wisatawan domestik yang juga sedang lesu.
Beban operasional yang melonjak turut memperparah situasi. Tarif air PDAM naik hingga 71%, harga gas industri meningkat 20%, dan Upah Minimum Provinsi (UMP) naik 9% pada 2025.
Regulasi dan sertifikasi yang rumit, seperti izin lingkungan dan perizinan minuman beralkohol, juga menambah tekanan administratif dan finansial bagi pengusaha.
Dampak Ekonomi yang Lebih Luas
Industri perhotelan dan restoran di Jakarta menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja dan menyumbang sekitar 13% Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta.
Jika PHK terjadi secara luas, dampaknya diperkirakan akan meluas ke sektor lain, termasuk UMKM, petani, penyedia logistik, hingga pelaku seni yang bergantung pada ekosistem pariwisata. “Krisis ini bukan hanya soal hotel, tapi juga memukul rantai ekonomi yang lebih luas,” tegas Sutrisno.
Baskoro, perwakilan pelaku usaha kuliner, menyebut bahwa meskipun PHK belum dilakukan, langkah efisiensi seperti penghentian rekrutmen tenaga baru dan program magang telah diterapkan. “Kami tahan semua, tidak rekrut orang baru, tidak terima magang dulu,” ujarnya.
Usulan Solusi dari PHRI
PHRI DKI Jakarta mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis guna menyelamatkan industri perhotelan. Beberapa usulan yang diajukan meliputi
Pelonggaran Anggaran Pemerintah: Meningkatkan anggaran untuk perjalanan dinas dan rapat pemerintah di hotel untuk mendongkrak okupansi.
Penyesuaian Tarif Energi: Meninjau kembali kenaikan tarif air PDAM dan gas industri yang memberatkan.
Peningkatan Promosi Pariwisata: Mengembangkan strategi promosi yang lebih terarah untuk menarik wisatawan, terutama mancanegara.
Penertiban Akomodasi Ilegal: Menangani akomodasi tanpa izin yang merusak pasar.
Penyederhanaan Regulasi: Mempermudah proses perizinan dan sertifikasi dengan mengintegrasikan sistem antarinstansi untuk efisiensi dan transparansi.
Ancaman Krisis yang Lebih Dalam
Sutrisno memperingatkan bahwa tanpa intervensi cepat, industri perhotelan berisiko kolaps, yang dapat menyebabkan ribuan keluarga kehilangan sumber penghasilan.
Fenomena penjualan hotel berbintang di platform daring seperti OLX juga menjadi indikasi kesulitan pengusaha dalam mempertahankan bisnis mereka. “Kalau hotel dijual, itu artinya mereka sudah sangat kesulitan mengelola,” tambahnya.
Pemerintah diminta untuk merespons keluhan pelaku usaha dengan serius. Tanpa langkah konkret, krisis ini tidak hanya akan menghantam sektor perhotelan, tetapi juga perekonomian Jakarta secara keseluruhan.
“Ini bukan hanya soal bisnis, tapi wajah pariwisata Jakarta di mata dunia,” tutup Sutrisno.
Dengan situasi yang semakin genting, perhatian dan tindakan cepat dari pemerintah menjadi kunci untuk mencegah gelombang PHK massal dan menjaga keberlangsungan industri perhotelan di Jakarta.


