291 total views
INN INTERNASIONAL – Dalam sebuah langkah yang mengejutkan dan kontroversial, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan mengambil alih Jalur Gaza dan menganggapnya sebagai proyek real estate yang menjanjikan.
Dalam wawancara dengan Fox News yang diadakan pada hari Senin, Trump menyatakan bahwa warga Palestina di Gaza tidak akan memiliki hak untuk kembali ke wilayah tersebut.
Trump, yang sebelumnya telah menyebutkan ide ini saat konferensi pers dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih, menjelaskan bahwa AS akan “memiliki” Gaza, dengan tujuan mengubahnya menjadi “
Dia menekankan bahwa Gaza memiliki potensi besar sebagai lokasi pengembangan real estate, namun tidak ada rencana untuk membiarkan penduduk asli Palestina kembali ke tanah mereka.
Trump menggarisbawahi potensi ekonomi Gaza sebagai lokasi real estate yang menjanjikan. Dia melihat Gaza bisa dikembangkan menjadi semacam “Riviera of the Middle East,” menarik investasi dan pariwisata.
Salah satu justifikasi utama adalah untuk meningkatkan keamanan Israel dengan menghilangkan ancaman militer dari Gaza. Dengan kontrol penuh atas wilayah tersebut, Trump percaya bahwa serangan dari Hamas atau kelompok militan lainnya dapat diminimalkan.
Trump menganggap bahwa pengambilalihan ini bisa membawa stabilitas ke wilayah yang sering kali menjadi sumber konflik. Dia mungkin berpikir bahwa dengan AS mengambil alih, konflik bisa dikurangi dan pembangunan bisa dilakukan dalam suasana yang lebih damai.
Meskipun usulan ini mendapat banyak kritik, ada beberapa kelompok dan individu yang memberikan reaksi positif.
Beberapa pendukung Israel melihat ini sebagai langkah yang dapat memperkuat keamanan nasional Israel, menghilangkan ancaman dari selatan, dan membuka jalan untuk pengembangan yang bisa bermanfaat bagi perekonomian Israel.
Ada investor real estate yang tertarik dengan potensi pengembangan besar-besaran di wilayah yang sebelumnya dianggap berisiko. Mereka melihat ini sebagai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari proyek-proyek besar.
Beberapa tokoh konservatif di Amerika Serikat mungkin mendukung ini sebagai tindakan kebijakan luar negeri yang tegas, melihatnya sebagai langkah untuk menunjukkan kekuatan AS di kawasan yang strategis.