821 total views
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah intensif mendalami keterlibatan pihak-pihak di Bank Indonesia (BI) terkait kasus dugaan korupsi dalam penyaluran dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR).
Pernyataan ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyusul penetapan dua tersangka dari kalangan legislator dalam kasus tersebut.
“Kedua belah pihak, yakni pihak BI dan pihak dari legislator, sedang kami dalami masing-masing,” ujar Asep saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Modus Korupsi: Penyimpangan Dana CSR
Asep menjelaskan bahwa modus dugaan korupsi dalam kasus ini adalah pelaksanaan program CSR yang tidak sesuai dengan pengajuan yang diajukan.
Ia memberi contoh, dalam laporan diajukan pembangunan sepuluh rumah, namun kenyataannya hanya dua rumah yang dibangun.
“Kemudian difoto-foto, dibuat pertanggungjawaban seolah-olah untuk sepuluh rumah, sementara delapan rumah lainnya ya masuk ke rekeningnya sendiri,” ungkap Asep.
Menurut KPK, dana CSR yang seharusnya digunakan untuk membangun fasilitas sosial atau publik, seperti rumah, jalan, atau sarana pendidikan, justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Dalam beberapa kasus, dari total anggaran yang dialokasikan, hanya sebagian kecil yang digunakan sesuai tujuan, sementara sisanya diduga mengalir ke rekening pribadi atau pihak tertentu.
Penyidikan dan Penggeledahan
KPK telah meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan sejak Agustus 2024. Sejumlah langkah penegakan hukum telah dilakukan, termasuk penggeledahan di dua lokasi strategis yang diduga menyimpan alat bukti.
Penggeledahan pertama dilakukan di Gedung Bank Indonesia di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, pada 16 Desember 2024, di mana penyidik menyita dokumen dan perangkat elektronik, termasuk dari ruang kerja Gubernur BI, Perry Warjiyo.
Penggeledahan kedua dilakukan di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 19 Desember 2024.
Selain itu, KPK juga menggeledah rumah anggota DPR RI Heri Gunawan dan memeriksa anggota DPR lainnya, Satori, sebagai bagian dari proses penyidikan.
Pada 8 Agustus 2025, KPK memeriksa dua pejabat BI, yaitu eks Kepala Departemen Komunikasi BI berinisial EH dan Deputi Direktur Departemen Hukum BI berinisial IRW, sebagai saksi untuk mendalami kasus ini.
Penetapan Tersangka dan Kontroversi
KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu HG dan ST, yang merupakan anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024.
Kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana pencucian uang terkait dana CSR BI, dengan HG menerima Rp15,86 miliar dan ST Rp12,52 miliar. Dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk tujuan sosial sebagaimana mestinya.
Namun, pada 19 Desember 2024, KPK meralat pernyataan Deputi Penindakan dan Eksekusi Rudi Setiawan yang menyebutkan adanya dua tersangka.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa surat perintah penyidikan (sprindik) kasus ini masih bersifat umum dan belum menyebutkan nama tersangka.
Ralat ini disebut karena kekeliruan Rudi dalam membaca dokumen atau tertukar dengan perkara lain, dan bukan karena tekanan eksternal, seperti pernyataan Presiden Prabowo Subianto terkait wacana pengampunan koruptor.
Aliran Dana Triliunan ke Komisi XI
KPK juga mengungkap bahwa dana CSR BI yang disalurkan ke Komisi XI DPR RI mencapai triliunan rupiah. Penyidik tengah mendalami aliran dana ini, termasuk keterlibatan yayasan-yayasan yang diduga menjadi saluran penyelewengan.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebutkan bahwa dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung program sosial, seperti pendidikan atau pemberdayaan masyarakat, tetapi ditemukan kejanggalan dalam laporan penyalurannya.
Tanggapan Bank Indonesia
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa penyaluran dana CSR BI telah sesuai dengan tata kelola dan ketentuan yang berlaku.
Ia menyatakan bahwa penerima dana CSR, seperti yayasan pendidikan atau keagamaan, dipilih berdasarkan survei dan memenuhi persyaratan ketat, dengan proses pengambilan keputusan yang berjenjang.
BI juga menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan KPK, termasuk menyediakan dokumen dan keterangan dari pejabat terkait.
Pada 2023, BI mengalokasikan Rp1,6 triliun untuk program sosial dan proyek pendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta stabilisasi harga.
Namun, rincian penggunaan dana tersebut tidak diungkap secara spesifik dalam dokumen anggaran yang disampaikan ke DPR.
Progres Penyidikan
Meskipun sempat tertunda akibat operasi tangkap tangan (OTT) lain, KPK memastikan bahwa penyidikan kasus ini tetap berjalan.
Penyidik tengah menganalisis dokumen dan barang bukti yang disita, serta berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung potensi kerugian negara.
KPK juga berencana memanggil kembali sejumlah pejabat BI, termasuk Gubernur Perry Warjiyo, untuk klarifikasi lebih lanjut.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan dana sosial yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat, namun diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi.
KPK berkomitmen untuk mengungkap fakta-fakta baru dan memastikan penegakan hukum yang transparan dalam kasus ini.


